Barusan saya melihat cuplikan pernyataan dr. Tirta di salah satu akun Instagram dakwah Indonesia Bertauhid. Kemudian karena penasaran, saya mencoba untuk menelusuri langsung ke akun Instagram dr. Tirta, melihat secara utuh live streaming yang sudah dilakukannya terkait penanganan virus corona di negeri ini. Sebagai gambaran bagi yang belum tahu, dr. Tirta adalah dokter lulusan UGM kalau tidak salah usianya 28 tahun (seusia saya), penampilannya beda dari dokter kebanyakan yang tampil rapi dan elegant. Dokter Tirta tampil dengan style-nya yang gaul, tato di tangannya, kemudian rambut dicat pink, sempat underestimate ketika melihat dia ada di youtube Deddy Corbuzier, dan malas lihatnya sampai perhatian saya tertuju sejak dia tampil di ILC TV ONE dengan pernyataannya yang emosional, mengungkapkan dengan penuh penjiwaan bagaimana fakta di lapangan terutama di kalangan medis teman sejawatnya. Namanya kian melejit dan terkenal karena setiap hari dia terus berupaya agar suaranya didengar oleh pengaku kekuasaan, dengan menyuarakan melalui media cetak, online, melalui siaran TV, acara-acara TV, youtube dan tentu saja di akun sosial media pribadinya sendiri.
Dalam live IG-nya di tanggal 28 Maret 2020, dia menyampaikan banyak poin yang akan saya rangkumkan disini, yaitu:
1. Dia mengkritik kinerja Jokowi sebagai Presiden dengan Menteri dan pejabatnya yang sangat buruk koordinasinya dalam penanganan Covid-19 ini.
2. Kemudian yang kedua mengenai viralnya kegaduhan yang disebabkan pernyataan kontroversial dari Dirjen P2P Kemenkes yang juga berstatus sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 yang menyatakan bahwa “yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya”. Menurut dr. Tirta pernyataan tersebut sangat kontroversial karena membenturkan penyakit dengan status sosial masyarakat. Padahal kita tahu bahwa yang namanya penyakit bisa menimpa siapa saja baik yang kaya dan yang miskin. Tidak memandang status sosial. Lantas apakah bisa kita judge Pangeran Charles yang saat ini terkena virus corona adalah si miskin yang menularkan? Apakah yang berpenyakit identik dengan rakyat miskin? Dan apakah mereka orang kaya yang berlibur ke luar negeri dan berpotensi membawa virus tidak dianggap sebagai pembawa virus menular? Sedih, Pak! Sekelas Jubir Pemerintah bisa se-ambyar ini. Sebenarnya tidak hanya ini pernyataan beliau yang membuat gaduh publik, ada lagi yang lain, coba teman pembaca cek di google beritanya.
3. Dokter Tirta menggalakkan upaya Karantina Wilayah agar didengar oleh Pemangku Kekuasaan. Menurut dia, kondisi teman sejawatnya dan para tenaga medis lainnya sudah sangat parah. SOP yang tidak jelas, tenaga medis yang minim, minim pula APD dan fasilitas kesehatan penunjang membuat hati nuraninya berontak. Ia yang terjun ke lapangan membuat aksi bagi-bagi APD ke RS-RS kemudian membuat 1000 lokasi desinfektan, dan banyak aksi lainnya bersama influencer lainnya merasa bahwa percuma membagikan APD jika pasien terus membludak. Pasien yang membludak dan semakin meningkat angka infection serta kematiannya. dan ini karena tidak ditekan mobilisasi masyarakatnya. Kita bisa ke daerah dan yang dari daerah bisa ke kota, kafe masih ada yang buka, warnet apalagi. Kemudian masih banyak mereka yang bersantai keluar rumah. Artinya apa? Bahwa masyarakat kita tidak hanya butuh himbauan atau kampanye social distancing dan #diRumahAja. Karena jika hanya sekedar anjuran atau himbauan maka orang-orang akan merasa “terserah” mau di rumah atau keluar rumah, karena tidak ada konsekuensi atau sanksi untuk mereka. Nah ini yang membuat tingkat penyebaran infeksi korona tidak bisa dibendung. Semakin banyak dan meningkat. Sementara tenaga medis dan alat kesehatan kita belum mampu untuk mengatasinya. Sistem kesehatan kita belum siap untuk menangani sebuah penyakit epidemi bahkan pandemi. Jadi yang penting untuk dilakukan segera adalah menekan angka penyebarannya sehingga yang ODP, PDP, OTG, Suspect virus corona ini dapat diatasi dengan dilakukan pemantauan, tes, isolasi, dll. Pelayanan kesehatan kita memiliki ambang batas dan itu yang harus kita pikirkan bersama, mengapa? Karena jika kita tidak bekerja sama, maka akan semakin banyak yang terinfeksi, pelayanan kesehatan ambruk, ekonomi morat-marit dan akhirnya timbul permasalahan sosial (kriminalitas semakin tinggi, dll). Jadi guys, ceritanya si dr. Tirta ini hatinya menangis melihat teman sejawatnya sudah banyak yang meninggal, dosen-dosennya, kemudian teman sejawat lainnya mulai terpapar corona berjumlah ratusan. Mereka bukan tidak punya keluarga, mereka sama seperti kita punya keluarga dan mereka kangen juga. Kita yang berkumpul dengan keluarga justru jangan semakin menyusahkan mereka dengan bebal masih kelayapan di luar yang itu tidak urgent. Ini terkecuali mereka yang benar-benar tidak bisa bekerja dari rumah ya.
4. Pesan saran kepada Pak Jokowi untuk segera melakukan rapat terbatas dengan menerima masukkan 10 pakar ekonomi yang beliau percaya, meminta pendapat pakar ekonomi tersebut agar dapat mempertimbangkan potensi ekonomi Indonesia jika dilakukan Karantina Wilayah. Karantina Wilayah menurutnya sangat penting karena bisa menurunkan angka infection. Mecegah perpindahan orang-orang keluar-masuk daerah lain, khususnya Jakarta karena Jakarta pusat penyebaran virus tertinggi. Virus corona sudah ada di hampir seluruh provinsi di Indonesia dan apakah provinsi tersebut mampu melakukan pelayanan kesehatan yang memadai? Maka cara menekan kemungkinan terburuk tersebut adalah dengan Karantina Wilayah, yang juga dapat meringankan beban tugas tenaga medis agar tenaga medis fokus mengobati yang ada di wilayahnya. Maka tugas Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan kontrol migrasi masyarakat. Pertimbangkan jika kemungkinan terburuk terjadi apa Indonesia siap untuk pangan, keamanan, dll. Dana mana yang mau dipakai? APBN mana yang harus dialihkan? Potong gaji Menteri, gaji DPR, pungut iuran Taipan. Jadi untuk DPR yang teriak untuk rakyat, buktikan dengan memotong gaji, itu baru namanya untuk rakyat. Kemudian para Taipan/Konglomerat paksa mereka iuran untuk kaum bawah, itu baru namanya kaya sesungguhnya. Sikat pejabat yang koar-koar kaya tapi tidak mau iuran untuk rakyat. Dalam masa karantina ini yang boleh beraktifitas di luar adalah TNI, POLRI, Tenaga Medis dan yang berurusan dengan pangan. Selain itu safe di rumah. Dan ini semua tidak akan berjalan jika Pemerintah hanya memberikan jargon, slogan, campaign, himbauan, anjuran tanpa adanya aturan yang berlaku, yang bersifat mengikat. Maka aturan dibutuhkan agar masyarakat dapat bergerak secara teratur. Jika melanggar maka berikan sanksi tegas.
5. Jika takut ekonomi Indonesia hancur, ya bagaimana ya, orang sekarang aja sudah hancur. Sektor pariwisata tutup, hotel sepi, UKM gulung tikar, toko-toko sepi, pedangan kaki 5 sepi, mau nunggu apa lagi? Lagi pula $ juga sudah hampir 20.000 lalu mau bagaimana lagi? Sudah hancur masak tidak mau bergerak menyelamatkan apa yang urgent dulu? Selesaikan segera masalah pokoknya (corona) kemudian berangsur membangun kembali perekonomian yang ada. Segera Pemerintah putuskan Karantina Wilayah.
6. Percuma ada edukasi dan sumbangan APD atau semisalnya jika penyebaran tidak ditekan. Apa yang dilakukan relawan akan sia-sia. Masyarakat berjuang membantu ekonomi sesamanya dengan berdonasi hartanya, tapi Pemerintah masih tidak memberlakukan kontrol migrasi warganya, percuma kan? Usaha relawan yang habis-habisan terasa percuma. Dokter Tirta ini selain berjuang dengan tenaganya juga dengan dana pribadinya senilai 1 M untuk perjuangan ini.
7. Negara wajib menyiapkan pangan warganya jika terjadi Karantina Wilayah, karena itu tugas negara. Sesuai UU RI No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Bab 3 Hak dan Kewajiban Pasal 8 menyebutkan bahwa Setiap orang memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina. Nah, mengacu pada ini, apa rakyat bisa menggugat UU RI ini yang disahkan oleh DPR bersama dengan Presiden, jika hal ini tidak dilaksankan?
Nampaknya memang Pemerintah sedang galau dan sangat gagap dalam menghadapi pandemi corona ini. Buruknya kualitas kepemimpinan seperti yang dikeluhkan dr. Tirta diperparah dengan kondisi ekonomi negara yang begitu bergantung pada asing menjadi alasan pokok Pemerintah menjadi galau memutuskan solusi corona di negeri ini. Memutuskan Lock Down atau misalnya karantina wilayah saja, Pemerintah lamban. Bahkan seperti yang disampaikan dr. Tirta, sebagian daerah Pemda-nya memberlakukan Lock Down dan mendapat teguran. Alasannya mungkin ekonomi makin terpuruk, tapi mengapa justru di Sulawesi, TKA dari China masih bebas masuk?
Semua ini jelas dampak dari sistem hidup yang diterapkan oleh penguasa. Mulai dari pendidikan yang diliberalisasi, dunia kesehatan yang dikapitalisasi, ekonomi, sosial, hukum dan politik yang jauh dari Islam membuat apa yang Allah anugerahkan untuk kita menjadi tidak termanfaatkan dengan tepat guna dan sasaran.
Serba susah memang, ingin bergantung pada Penguasa, namun ternyata Penguasa memimpin dengan hukum buatannya sendiri yang jauh dari Syariat. Mementingkan ekonomi terutama para kapitalis, dari pada rakyatnya yang sudah menjerit. Seorang pemimpin yang dia paham bahwa syariat harus ditegakkan, maka yang pertama dia lakukan adalah mengurusi urusan umat sesuai Islam mengatur, karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Islam adalah agama yang tidak hanya mengurusi ibadah spiritual saja, namun juga mengatur urusan manusia dengan manusia dimana ada faktor ekonomi, pendidika, politik di dalamnya. Dimana politik Islam adalah ri’ayah syu’un al ummah (mengurusi urusan umat), adanya kekuasaan di tangan adalah untuk mengurus umat dengan sebaik-baiknya, bukan mengurus kelompok per kelompok yang banyak mendukung Penguasa dari segi sokongan dana.
Pemimpin dalam pandangan Islam adalah ia yang memelihara dan melindungi rakyatnya, apa yang menjadi kebutuhannya, menjaganya dan menjamin kesejahteraannya. Bukan hanya pencitraan di gudang bulog terus berswafoto. Berkaca pada kepemimpinan di jaman Khalifah Umar, setiap malam mengecek kondisi rakyatnya, apa ada yang kelaparan atau tidak. Ini semua berangkat dari dasar keimanan, karena takut jika tidak amanah dalam memimpin maka aka nada konsekuensi surge dan neraka nantinya.
Dan kita sebagai rakyat biasa, sembari menunggu keputusan penguasa negeri +62 dengan pilihan yang lebih memungkinkan segera dilaksanakan, tidak mungkin dan tidak akan tega melihat saudara kita pedangan kaki 5, ojol dan pekerja harian menjadi kelaparan atau bahkan mati bukan perantara corona tapi karena perantara kelaparan. Maka bergeraklah selagi mampu, apapun itu, kebaikan apa saja, sebarkanlah, tebarkanlah.
Semoga tulisan ini dapat membawa manfaat, pencerahan dan semangat kebaikan bagi teman-teman. Segera wujudkan simpati dan empati itu dengan membantu sesama. Kesuen, selak mati bolone, Rek.