Muslim Harus Punya Visi Besar

RESUME KAJIAN BA’DA SUBUH BERSAMA USTADZ FELIX SIAUW

İstanbul, 6 Mei 2023
Di Şehzade Camii
Ditulis oleh Indi Maretia

(Disclaimer: Kajian ini khusus jamaah trip yang beliau handling dan saya berkesempatan hadir di dalamnya)

Seorang muslim yang belajar sejarah, harus mempunyai pandangan bahwa sejarah yang ia pelajari itu bukan untuk ajang takjub kehebatan generasi zaman dahulu. Belajar bagaimana shiroh Nabawi, bukan untuk sekedar takjub bagaimana Rasulullah SAW berdakwah, memimpin umat dan mendidik umat. Rasulullah SAW dulu melakukan itu semua bukan untuk hebat-hebatan. Juga para sahabat Nabi SAW dan pengikut Beliau, melakukan kebaikan dan kehebatan di masa lalu, bukan untuk terlihat hebat di masa sekarang. Tapi lebih dari sekedar itu. Mereka punya visi besar untuk akhiratnya.

Muhammad Al Fatih, penakhluk Konstantinopel sebagai contohnya. Sejak kecil ia selalu ditanamkan oleh Ayahnya bahwa ia akan menjadi penakhluk konstantinopel, sebuah kota pusat kekufuran.

Ayahnya ingin membuktikan bisarah (kabar gembira) dari Rasulullah SAW bahwa konstantinopel akan takhluk oleh pemimpin dan pasukan terbaik, karena konstantinopel kala itu terkenal memiliki kekuatan pasukan dan benteng terbaik dibawah kekaisaran romawi (kristen ortodoks).

Muhammad Al Fatih kecil yang kala itu masih dipanggil Mehmed, dididik dengan 2 guru yang tegas, yang selalu mengajarkannya ilmu agama dan pengetahuan juga adab seorang muslim. Ayahnya pun terkenal dekat dengannya dan sering mengajaknya pergi berjalan-jalan berdua sambil menanamkan visi besar, impian dan semangat wujudnya bisarah Rasulullah SAW ada padanya atau anak-cucunya kelak, bahwa konstantinopel akan takhluk ditangan kaum muslim yang mempunyai pemimpin dan pasukan terhebat.

Berbekal “Garis Besar Haluan Hidup” yang ditanamkan seorang Ayah dan Ibu yang menjalankan teknis keseharian yang baik, maka akan menghasilkan generasi yang luar biasa. Visi hebat itu mungkin bisa jadi tidak tercapai pada zaman kita, tapi bisa jadi akan diraih oleh anak cucu kita. Maka tugas kita adalah terus menanamkan visi terbaik dalam hidup kita untuk anak keturunan kita.

Kita tahu bahwa di luar sana, banyak orang yang hebat versi dunia, seperti Elon Musk, yang hartanya Triliunan. Hari ini dia nggak kerja aja masih bisa mencukupi kehidupannya. Karena apa? Karena jauh sebelum mencapai kekayaannya kini, dia gigih, tidak malas, ada sesuatu yang ingin dia raih, ada karya yang ingin dia ciptakan. Dia bekerja lebih dari 8 jam sehari.

Lihat juga, Eiichiro Oda pembuat komik One Piece, yanh kini seri komiknya sudah lebih dari 1000 seri. Ia tiap hari tidur jam 11 malam sampai jam 2 pagi, hanya 3 jam untuk membuat komik yang sekarang banyak diminati, ribuan seri dan jutaan pcs komik terjual, penghasilannya Triliunan. Dan jika akhir pekan atau libur, ia tetap di kantor. Keluarganya yang harus datang ke kantor jika ingin menjumpainya.

Orang-orang tersebut hebat, sangat luar biasa dedikasinya untuk karya yang ingin dia raih dan untuk visi impiannya. Padahal itu semua mentok hanya di dunia saja. Mereka tidak meyakini kebahagiaan kehidupan akhirat yang selamanya, seperti kita umat muslim.

Nah, lantas bagaimana kita umat muslim? Kita yang punya keyakinan akan impian bahagia di dunia apalagi di akhirat, apakah hanya mencukupkan diri menjadi muslim yang biasa-biasa saja? Coba kita bandingkan dengan usaha orang kafir yang sebatas impian kenikmatan duniawi, tapi mereka gigih dalam bekerja!

Kita di masa depan itu dipengaruhi oleh visi kita hari ini, dipengaruhi juga oleh kekhawatiran-kekhawatiran kita hari ini. Jika kita hanya khawatir soalan bentuk tubuh, wajah yang berjerawat, rebutan tiket konser kpop, atau hal remeh lainnya. Maka jangan harap kesuksesan dunia akan dapat kita raih, apalagi kesuksesan akhirat.

Penting bagi kita sebagai umat muslim untuk memiliki visi besar yang bermuara pada akhirat. Di dunia ini kita mau ambil peran sebagai apa? Oh suka games, jadi gamers, boleh. Tapi jadilah gamers yang memiliki pemahaman agama yang baik dan mendakwahkannya ke sesama gamers lainnya. Jadi apa skill kita, ambil peran untuk dakwah kebaikan yang muaranya adalah akhirat.

Jadi naikkan level, yang semula punya hanya untuk kesenangan duniawi. Berubah menjadi visi besar untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Menyampaikan Sesak Dada Sore Ini

Sebagai “Agen Emak2 Berdaster”, ijinkan saya sharing mengenai kisruh hari ini di berbagai kota berkenaan dengan #TolakUUCilaka. Alhamdulillah, bersyukur dulu pernah bahkan bisa dibilang sering ikut unjuk rasa di kota kampus saya berada, tidak hanya itu bahkan sampai ikut ke tingkat provinsi. Bersyukur pernah menjadi bagian dari mahasiswa yg tidak apatis.

Apapun kebijakan Pemerintah yang dinilai menyengsarakan rakyat, maka kami turun ke jalan. Termasuk UU tentang Buruh, rasanya dulu pernah juga demo soal ini, dg Kebijakan UU terdahulu. Lantas apa bedanya aksi mahasiswa yang ada dengan aksi kami terdahulu?

  1. Unjuk Rasa disusun dg teratur dan terkonsep, siapa oratornya, apa isu yang akan disampaikan, apa TATIB yang harus dijalankan, siapa PJ keseluruhannya, siapa danton per pletonnya, dll.
  2. Tata Tertib yang dibuat panitia, biasabya seputar ini:
  • Dilarang campur baur, ikhtilat barisan laki-laki di depan dan perempuan di belakang.
  • Dilarang merusak fasilitas umum, menginjak taman kota, dll.
  • Jaga kebersihan, dilarang buang sampah, dll.
  • Jaga akhlak dan adab, jangan anarkis, jangan terpancing meski ada yang mendadak membuat ricuh dengan melawan arus alur aksi kita.
  • Patuh terhadap danton, danton wajib mendata anggota pletonnya dan wajib menjaga barisan agar rapi sehingga tidak mengganggu pengguna jalan lain dan memudahkan aparat mengatur lalin dan aktifitas kita. Danton wajib mendata dan menjaga barisan pletonnya agar tidak ada penyusup yang terkadang sering kita lihat menjadi kompor dalam barisan aksi kemudian terjadilah aksi anarkisme ditengah aksi yang tidak terduga.
  • Setelah aksi selesai, wajib membubarkan diri dengan tertib.
  • Panitia kesehatan yang memakai sepeda motor wajib menaati peraturan lalu lintas, wajib membawa STNK dan SIM, memakai Helm, tidak berboncengan lebih dari 2.
  1. PJ umum aksi secara keseluruhan bertugas mengurus ijin ke kepolisian sektor setempat, jd kami selalu aksi dengan legal mengantongi ijin dari kepolisian, bapak-bapak polisi mengamankan dan menjaga kami, kadang mereka bahkan menyediakan air mineral untuk kami.

Bahkan aksi kami pernah diapresiasi oleh Kepolisian sektor setempat dalam penghargaan Organisasi dengan aksi unjuk rasa paling rapi dan tertib, diundang ke kantor kepolisian dan secara simbolik menerima penghargaan tersebut dan uang.

Selama saya ikut aksi unjuk rasa, saya tidak pernah mengalami kekerasan fisik, bahkan benturan dengan bapak/ibu aparat pun tidak pernah. Gas air mata, peluru karet yang lumrah dihadapi oleh demonstran kamk tidak pernah cicipi. Pernah suatu ketika ada kejadian menarik, di area kanan (organisasi lain) dan kiri (organisasi saya), organisasi lain di sebelah kanan baku hantam dengan polisi karena mau robohin pagar DPRD, dan Alhamdulillah kami masih konsisten dengan alur penyuaraan aspirasi dengan tertib tanpa tersulut dengan aksi anarkis yang sama, karena tujuan kami bukan itu.

Aksi kami sebenarnya di dukung juga oleh aparat yang ada, hanya karena sekat seragam dan pangkat, dukungan mereka sering terlihat dalam “anggukan kepala” mereka saat orator menyuarakan orasinya, bahkan diantara mereka ada juga yang sampai tepuk tangan. Bapak polisi duduk santai, ada yang berdiri menyandar pagar gedung DPRD sambil melipat tangan menyimak kata demi kata dari orator. Bapak Ibu Dewan mengambil gambar kami dari balik jendela gedungnya. Meski mereka lebih sering tidak menjumpai kami dalam aksi kami, tidak mengapa. Kami hanya menjalankan kewajiban kami sesama muslim untuk saling mengingatkan, menjalankan kewajiban kami untuk muhasabah lil hukam seperti yang pernah dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW. (Baca Referensi: https://www.muslimahnews.com/2019/05/23/mengoreksi-penguasa-secara-terbuka-dalam-islam/)

Adik-adik mahasiswa, saya salut dengan aksi kalian yang menunjukkan bahwa kalian tidak “tidur”, kalian msh pny semangat “agen perubahan”, kalian memperjuangkan nasib buruh & kaum bawah yang bahkan mereka pun sudah tertatih-tatih tidak sanggup lagi mengangkat suara mereka agar di dengar Penguasa. Aksi kalian hebat, namun..

Alangkah baiknya, jika aksi-aksi yang ada harus memuat sisi intelektualitas yang sesuai image mahasiswa selama ini.

Kemudian jika ada yang berpendapat bahwa “harus taat ulil amri”,”tidak boleh mengkritik pemerintah di depan umum”, dll. Maka, jika berkenan mohon dibaca link referensi ini: https://mediaumat.news/benarkah-mengkritik-penguasa-di-muka-umum-hukumnya-haram-dan-termasuk-ghibah/. Agar bertambah maklumat kita secara lebih luas dan tidak menyurutkan semangat adik-adik mahasiswa dan buruh yg sdg berjuang di dpn moncong2 senjata.

Ingatlah tujuan aksi diadakan adalah untuk mengkritisi kebijakan publik yang timpang, memuhasabahi Penguasa, menyuarakan isi hati rakyat dan sampaikanlah solusi dari kalian yang bersumber dari Islam, bahwa Islam itu bukan hanya soal ibadah ritual, tapi juga mengurusi urusan Umat, Islam agama yg sempurna terangkum di dalamnya mengurus hajat hidup seluruh alam.

“Seutama-utama jihad adalah menyampaikan kalimat yang haq kepada penguasa (sulthan) atau pemimpin (amiir) yang zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Ketika gagasan mengenai aksi yang bersih ini sampaikan, ada banyak komen dari adik-adik mahasiswa yang setuju, pun juga ada yang kontra. Mereka yang kontra rata-rata mengeluhkan hal yg sama, yaitu:
“Jika tidak adu kekerasan, aspirasi kita tidak akan didengar”,”Kita sudah sampaikan, tapi mereka cuek”,”Capek kita teriak-teriak, mereka nggak mau nemui demonstran”,dll.

Duhai adinda, adik-adik mahasiswa dan pasukan elite yang lagi naik daun yaitu anak-anak kami dari STM yg kini turut berada di garda terdepan, serta para punggawa buruh dimana pun berada. Ijin menyuarakan isi hati, gemuruh batin setiap melihat beranda kami dipenuhi baku hantam, hati kami teriris, sesak, dan tidak sanggup. STOP saling serang!

Para aparat pun punya keluarga, punya anak-istri yang dihidupi, Para Buruh & Mahasiswa pun punya keluarga dan masa depan. Plis, jangan baku hantam yang menciderai sesama anak bangsa..kasian, sungguh, ga tega.

Berdarah2, diseret2, ditendang, dipukul, dihantam, ditembaki peluru karet, disemprot gas air mata. Bahkan sempat baca ada yang diciduk polisi sampai sekarang tidak ada kabar kembalinya.

Aparat demi tugasnya mereka taat Pemimpin.
Mahasiswa, Buruh ditambah Anak STM, mereka bergerak atas nama nurani.
Dan kini semua bertumbuk di lapangan, tak peduli lg namanya corona-coroni.

Sedangkan dalangnya?
Bersembunyi digorong-gorong #eh di balik layar, bisa jadi mereka lagi makan singkong goreng anget2 sambil nge-teh, melihat pion-pion maju bertumbuk beradu. Padahal dari mereka yang katanya wakil rakyatlah, UU ini disahkan. Mereka tidak lecet sedikit pun. Sedangkan yang di lapangan diadu. Dan yang ketawa cukong-cukong.

UU yang ada lahir dari “godokan” wakil rakyat, dimana di dalamnya banyak sekali kepentingan, kepentingan apa? Ya kepentingan yang “punya kepentingan”, misal UU Migas ya pemodal yang punya kepentingan disitu, UU Buruh ya para Pengusaha, dst.

Jadi hasil UU yang diterapkan bukan bersumber dari pengkajian yang benar, tp sesuai kepentingan siapa yang lebih berkuasa.
Ibarat kata di sistem kapitalis ini, ya para kapital yang menang. Yang miskin makin miskin, yang kaya makin kaya. Dan, ISLAM tidak mengajarkan itu! Sungguh.

Jadi, jangan berharap banyak ketika demonstrasi sampai baku hantam begitu. Karena itu tidak menyentuh substansi, akan lebih banyak kerugian yang di dapat, selain rusaknya fasilitas, yang bisa jadi bakalan menambah beban anggaran baru. Cacat fisik karena baku hantam aparat, mahasiswa, anak STM, buruh. Cukuplah berharap pada Allah, lakukan aksi karena atas dasar kewajiban muhasabah lil hukam sesuai yang Rasul SAW sunnahkan. Masalah di dengar atau tidak, apa sih yang diharapkan lebih dari sistem ini? Cuma berharap terbangun kesadaran umum dalam masyarakat bahwa, yuk kembali pada Islam, Islam punya solusinya. Selengkapnya bahasan tersebut bisa dibaca disini: https://www.muslimahnews.com/2020/10/07/cara-islam-mengatasi-masalah-perburuhan/.

Salam,
Indi Maretia

Jadilah “Orang Besar”

Suatu ketika, saat saya berbincang malam dengan suami, membicarakan berbagai hal yang pada akhirnya mengerucut pada satu hal. Apa itu? Tentang bisnis. Awalnya saya cerita bahwa merasa sensitif terhadap pola hubungan yang sedikit renggang dengan seorang kawan, karena ya mungkin saya menjual produk yang sama dengan dia. Meski kenyataannya kolam kita beda. Saya tidak menjual di kolam yang sama dengan dia. Dan ar rizqu minnallah. Tapi suami saya menasihati, bahwasannya, mungkin itu semua memang halal. Secara syariat diperbolehkan, bahkan di suatu lokasi di Jakarta pernah seorang tokoh bercerita, bahwa disana ada sebuah komplek penjual yang rata-rata menjual jenis produk yang sama. Misal jualan elektronik, maka sederet banyak disitu sama semua jualan elektronik. Namun, jika di toko A tidak ada, maka dia akan menyarankan ke toko B. Tidak menghalangi atau menyembunyikan informasi. Itulah kekuatan ekonomi di gang yang rata-rata penjualnya orang etnis china. Apalagi kita sesama muslim, tentu harus lebih dari itu karena ikatan kita ikatan akidah.

Namun, kata suami saya, meski diperbolehkan, langkah kedua setelah mengecek kesyar’ian baik produk dan aktifitasnya, maka kita perlu mengevaluasi adab-adabnya. Apakah saudara kita ridho dengan hal tersebut? Apakah hal tersebut merenggangkan ukhuwah? Apakah nanti jadi segan-seganan?

Baiklah, akhirnya close bisnis jualan produk tersebut karena saya pun tidak bisa membohongi nurani bahwa saya segan sama dia. Biar sama-sama legowo dan tidak ada yang namanya enak-nggak enakkan.

Terus pada saat itu saya kembali bertanya ke suami, kalau nanti ada yang plagiat jualan bunda dan itu orang terdekat bagaimana dong?

Suami menjelaskan, ya itu adalah ranah urusan mereka. Kita tidak dibebankan dengan apa yang tidak akan kita tanggung. Kita hanya akan dibebankan dengan respon kita terhadap sesuatu yang menimpa kita. Apa kita ikhlas? Apa kita akan iri, dengki, busuk hati? Apa kita akan sindir menyindir? Atau kita akan melemah semangatnya karena itu? Dan apakah kita akan merenggangkan ukhuwah dengannya? Itu semua adalah pilihan kita. Dan kita akan dimintai pertanggung jawaban pada ranah yang kita kuasai itu. Biarkan, ikhlaskan, soal adab akhlak yang kita merasa ada rasa-rasa, maka lapangkan. Kita pun tidak tahu kesulitan hidup apa yang membuat dia menggasak segala lini sektor perbisnisan. Kita juga tidak tahu kondisi apa yang sedang dia alami. Maka, jangan ada penyakit hati pada kita sedikit pun.

Tapi, saya kan bukan tiang listrik yang tidak bisa merasakan apa-apa? Ya jelas, namanya hidup akan ada aja ujiannya. Ujianlah yang akan mendewasakan kita, mendewasakan sikap kita.

Inti dari pesan suami, jangan usik bisnis orang. Tapi kalo ada orang lain melirik bisnis kita, dan akhirnya pengen juga, ya biarkan saja. Jangan sampai ada penyakit hati yang masuk, karena kita semua adalah saudara muslim. Dan tahu tidak? Itulah mengapa orang besar itu dia yang diikutin kebanyakan orang. Jadi misal ada orang yang mengikuti apa yang kita buat, justru kita harus senang. Semoga inspirasi dari kita pun membawa kebaikan dan kebermanfaatan bagi sesama. Justru harusnya senang dan bahagia, bahwa kita ini inspirator. Apa yang kita lakukan sangat inspiratif. Itulah jiwa orang besar. Tidak berpikiran kerdil. Tidak berpikiran sempit.

Jika ada kawan yang ikut mengomporin, “eh si onoh bikin jualan samaan sama ente lho..”. Nah, yang kayak gini nih, kawan rasa “jubir setan”, yang tidak perlu dikatakannya malah dikatakannya dan apa tujuannya? Maka yang namanya setan dari api, siramlah dengan air. Air yang menyejukkan. Sampaikan bahwa, untuk apa busuk hati, rizqi kita bukan dari manusia, jadi tak usah khawatir mau bisnis beda atau sama karena rizqi datang dari Allah dengan pintu yang berbeda-beda. Yakinlah bahwa ukhuwah itu yang lebih dari segala-galanya. Jadi jangan sampai ada kompor mengompori sesama kawan. Meski cuma sekedar tanya iseng. Kita tidak tahu, satu kalimat yang keluar dari mulut kita apakah bersifat bensin yang siap membakar amarah pendengar ataukah tidak. Bisa saja saat itu orang yang kita ajak ngobrol senyum seperti santai, tapi hatinya panas.

So, apa aja intinya?

  1. Jaga adab terhadap saudara muslim, dalam muamalah, dll.
  2. Ukhuwah lebih diutamakan.
  3. Berjiwa besar, dengan lapang dada melihat kompetitor adalah orang dekat.
  4. Jangan ada sedikit pun penyakit hati.
  5. Positive thingking, kita tidak tahu kesulitan apa yang dialami oleh mereka, maka ikhlaslah.
  6. Jangan menjadi juru bicara setan.
  7. Rizqi dari Allah, bentuk rizqi terkecil adalah uang.
  8. Jadilah orang yang menginspirasi dan menebar manfaat.

Hujan di Malam Hari

Hujan di malam hari
Jatuh airmu menghujam bumi
Deras mengalir
Mengalir mengalur
Menembus sela-sela dedaunan kuning

Tak ada yang menghambatmu
Karena lajumu pasti menembus batas
Mencari sela demi sela, lagi

Petir menghiasi
Malam yang seharusnya sunyi
Mendadak mencekam
Kilatan membelah-belah
Terkadang pun di sudut mana
Ada saja korbanmu

Malamku menjadi malam penuh doa
Doaku agar terlindungi dari amarah langit
Doaku agar nyawa-nyawa yang kudekap selalu aman
Doaku agar damai tenang kembali dalam kehangatan malam

Apakah Rakyat Berhak Menggugat?

Barusan saya melihat cuplikan pernyataan dr. Tirta di salah satu akun Instagram dakwah Indonesia Bertauhid. Kemudian karena penasaran, saya mencoba untuk menelusuri langsung ke akun Instagram dr. Tirta, melihat secara utuh live streaming yang sudah dilakukannya terkait penanganan virus corona di negeri ini. Sebagai gambaran bagi yang belum tahu, dr. Tirta adalah dokter lulusan UGM kalau tidak salah usianya 28 tahun (seusia saya), penampilannya beda dari dokter kebanyakan yang tampil rapi dan elegant. Dokter Tirta tampil dengan style-nya yang gaul, tato di tangannya, kemudian rambut dicat pink, sempat underestimate ketika melihat dia ada di youtube Deddy Corbuzier, dan malas lihatnya sampai perhatian saya tertuju sejak dia tampil di ILC TV ONE dengan pernyataannya yang emosional, mengungkapkan dengan penuh penjiwaan bagaimana fakta di lapangan terutama di kalangan medis teman sejawatnya. Namanya kian melejit dan terkenal karena setiap hari dia terus berupaya agar suaranya didengar oleh pengaku kekuasaan, dengan menyuarakan melalui media cetak, online, melalui siaran TV, acara-acara TV, youtube dan tentu saja di akun sosial media pribadinya sendiri.

 
Dalam live IG-nya di tanggal 28 Maret 2020, dia menyampaikan banyak poin yang akan saya rangkumkan disini, yaitu:

 

1. Dia mengkritik kinerja Jokowi sebagai Presiden dengan Menteri dan pejabatnya yang sangat buruk koordinasinya dalam penanganan Covid-19 ini.

 
2. Kemudian yang kedua mengenai viralnya kegaduhan yang disebabkan pernyataan kontroversial dari Dirjen P2P Kemenkes yang juga berstatus sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 yang menyatakan bahwa “yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya”. Menurut dr. Tirta pernyataan tersebut sangat kontroversial karena membenturkan penyakit dengan status sosial masyarakat. Padahal kita tahu bahwa yang namanya penyakit bisa menimpa siapa saja baik yang kaya dan yang miskin. Tidak memandang status sosial. Lantas apakah bisa kita judge Pangeran Charles yang saat ini terkena virus corona adalah si miskin yang menularkan? Apakah yang berpenyakit identik dengan rakyat miskin? Dan apakah mereka orang kaya yang berlibur ke luar negeri dan berpotensi membawa virus tidak dianggap sebagai pembawa virus menular? Sedih, Pak! Sekelas Jubir Pemerintah bisa se-ambyar ini. Sebenarnya tidak hanya ini pernyataan beliau yang membuat gaduh publik, ada lagi yang lain, coba teman pembaca cek di google beritanya.

 
3. Dokter Tirta menggalakkan upaya Karantina Wilayah agar didengar oleh Pemangku Kekuasaan. Menurut dia, kondisi teman sejawatnya dan para tenaga medis lainnya sudah sangat parah. SOP yang tidak jelas, tenaga medis yang minim, minim pula APD dan fasilitas kesehatan penunjang membuat hati nuraninya berontak. Ia yang terjun ke lapangan membuat aksi bagi-bagi APD ke RS-RS kemudian membuat 1000 lokasi desinfektan, dan banyak aksi lainnya bersama influencer lainnya merasa bahwa percuma membagikan APD jika pasien terus membludak. Pasien yang membludak dan semakin meningkat angka infection serta kematiannya. dan ini karena tidak ditekan mobilisasi masyarakatnya. Kita bisa ke daerah dan yang dari daerah bisa ke kota, kafe masih ada yang buka, warnet apalagi. Kemudian masih banyak mereka yang bersantai keluar rumah. Artinya apa? Bahwa masyarakat kita tidak hanya butuh himbauan atau kampanye social distancing dan #diRumahAja. Karena jika hanya sekedar anjuran atau himbauan maka orang-orang akan merasa “terserah” mau di rumah atau keluar rumah, karena tidak ada konsekuensi atau sanksi untuk mereka. Nah ini yang membuat tingkat penyebaran infeksi korona tidak bisa dibendung. Semakin banyak dan meningkat. Sementara tenaga medis dan alat kesehatan kita belum mampu untuk mengatasinya. Sistem kesehatan kita belum siap untuk menangani sebuah penyakit epidemi bahkan pandemi. Jadi yang penting untuk dilakukan segera adalah menekan angka penyebarannya sehingga yang ODP, PDP, OTG, Suspect virus corona ini dapat diatasi dengan dilakukan pemantauan, tes, isolasi, dll. Pelayanan kesehatan kita memiliki ambang batas dan itu yang harus kita pikirkan bersama, mengapa? Karena jika kita tidak bekerja sama, maka akan semakin banyak yang terinfeksi, pelayanan kesehatan ambruk, ekonomi morat-marit dan akhirnya timbul permasalahan sosial (kriminalitas semakin tinggi, dll). Jadi guys, ceritanya si dr. Tirta ini hatinya menangis melihat teman sejawatnya sudah banyak yang meninggal, dosen-dosennya, kemudian teman sejawat lainnya mulai terpapar corona berjumlah ratusan. Mereka bukan tidak punya keluarga, mereka sama seperti kita punya keluarga dan mereka kangen juga. Kita yang berkumpul dengan keluarga justru jangan semakin menyusahkan mereka dengan bebal masih kelayapan di luar yang itu tidak urgent. Ini terkecuali mereka yang benar-benar tidak bisa bekerja dari rumah ya.

 
4. Pesan saran kepada Pak Jokowi untuk segera melakukan rapat terbatas dengan menerima masukkan 10 pakar ekonomi yang beliau percaya, meminta pendapat pakar ekonomi tersebut agar dapat mempertimbangkan potensi ekonomi Indonesia jika dilakukan Karantina Wilayah. Karantina Wilayah menurutnya sangat penting karena bisa menurunkan angka infection. Mecegah perpindahan orang-orang keluar-masuk daerah lain, khususnya Jakarta karena Jakarta pusat penyebaran virus tertinggi. Virus corona sudah ada di hampir seluruh provinsi di Indonesia dan apakah provinsi tersebut mampu melakukan pelayanan kesehatan yang memadai? Maka cara menekan kemungkinan terburuk tersebut adalah dengan Karantina Wilayah, yang juga dapat meringankan beban tugas tenaga medis agar tenaga medis fokus mengobati yang ada di wilayahnya. Maka tugas Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan kontrol migrasi masyarakat. Pertimbangkan jika kemungkinan terburuk terjadi apa Indonesia siap untuk pangan, keamanan, dll. Dana mana yang mau dipakai? APBN mana yang harus dialihkan? Potong gaji Menteri, gaji DPR, pungut iuran Taipan. Jadi untuk DPR yang teriak untuk rakyat, buktikan dengan memotong gaji, itu baru namanya untuk rakyat. Kemudian para Taipan/Konglomerat paksa mereka iuran untuk kaum bawah, itu baru namanya kaya sesungguhnya. Sikat pejabat yang koar-koar kaya tapi tidak mau iuran untuk rakyat. Dalam masa karantina ini yang boleh beraktifitas di luar adalah TNI, POLRI, Tenaga Medis dan yang berurusan dengan pangan. Selain itu safe di rumah. Dan ini semua tidak akan berjalan jika Pemerintah hanya memberikan jargon, slogan, campaign, himbauan, anjuran tanpa adanya aturan yang berlaku, yang bersifat mengikat. Maka aturan dibutuhkan agar masyarakat dapat bergerak secara teratur. Jika melanggar maka berikan sanksi tegas.

 
5. Jika takut ekonomi Indonesia hancur, ya bagaimana ya, orang sekarang aja sudah hancur. Sektor pariwisata tutup, hotel sepi, UKM gulung tikar, toko-toko sepi, pedangan kaki 5 sepi, mau nunggu apa lagi? Lagi pula $ juga sudah hampir 20.000 lalu mau bagaimana lagi? Sudah hancur masak tidak mau bergerak menyelamatkan apa yang urgent dulu? Selesaikan segera masalah pokoknya (corona) kemudian berangsur membangun kembali perekonomian yang ada. Segera Pemerintah putuskan Karantina Wilayah.

 
6. Percuma ada edukasi dan sumbangan APD atau semisalnya jika penyebaran tidak ditekan. Apa yang dilakukan relawan akan sia-sia. Masyarakat berjuang membantu ekonomi sesamanya dengan berdonasi hartanya, tapi Pemerintah masih tidak memberlakukan kontrol migrasi warganya, percuma kan? Usaha relawan yang habis-habisan terasa percuma. Dokter Tirta ini selain berjuang dengan tenaganya juga dengan dana pribadinya senilai 1 M untuk perjuangan ini.

 

7. Negara wajib menyiapkan pangan warganya jika terjadi Karantina Wilayah, karena itu tugas negara. Sesuai UU RI No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Bab 3 Hak dan Kewajiban Pasal 8 menyebutkan bahwa Setiap orang memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina. Nah, mengacu pada ini, apa rakyat bisa menggugat UU RI ini yang disahkan oleh DPR bersama dengan Presiden, jika hal ini tidak dilaksankan?

 
Nampaknya memang Pemerintah sedang galau dan sangat gagap dalam menghadapi pandemi corona ini. Buruknya kualitas kepemimpinan seperti yang dikeluhkan dr. Tirta diperparah dengan kondisi ekonomi negara yang begitu bergantung pada asing menjadi alasan pokok Pemerintah menjadi galau memutuskan solusi corona di negeri ini. Memutuskan Lock Down atau misalnya karantina wilayah saja, Pemerintah lamban. Bahkan seperti yang disampaikan dr. Tirta, sebagian daerah Pemda-nya memberlakukan Lock Down dan mendapat teguran. Alasannya mungkin ekonomi makin terpuruk, tapi mengapa justru di Sulawesi, TKA dari China masih bebas masuk?

 
Semua ini jelas dampak dari sistem hidup yang diterapkan oleh penguasa. Mulai dari pendidikan yang diliberalisasi, dunia kesehatan yang dikapitalisasi, ekonomi, sosial, hukum dan politik yang jauh dari Islam membuat apa yang Allah anugerahkan untuk kita menjadi tidak termanfaatkan dengan tepat guna dan sasaran.

 
Serba susah memang, ingin bergantung pada Penguasa, namun ternyata Penguasa memimpin dengan hukum buatannya sendiri yang jauh dari Syariat. Mementingkan ekonomi terutama para kapitalis, dari pada rakyatnya yang sudah menjerit. Seorang pemimpin yang dia paham bahwa syariat harus ditegakkan, maka yang pertama dia lakukan adalah mengurusi urusan umat sesuai Islam mengatur, karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Islam adalah agama yang tidak hanya mengurusi ibadah spiritual saja, namun juga mengatur urusan manusia dengan manusia dimana ada faktor ekonomi, pendidika, politik di dalamnya. Dimana politik Islam adalah ri’ayah syu’un al ummah (mengurusi urusan umat), adanya kekuasaan di tangan adalah untuk mengurus umat dengan sebaik-baiknya, bukan mengurus kelompok per kelompok yang banyak mendukung Penguasa dari segi sokongan dana.

 
Pemimpin dalam pandangan Islam adalah ia yang memelihara dan melindungi rakyatnya, apa yang menjadi kebutuhannya, menjaganya dan menjamin kesejahteraannya. Bukan hanya pencitraan di gudang bulog terus berswafoto. Berkaca pada kepemimpinan di jaman Khalifah Umar, setiap malam mengecek kondisi rakyatnya, apa ada yang kelaparan atau tidak. Ini semua berangkat dari dasar keimanan, karena takut jika tidak amanah dalam memimpin maka aka nada konsekuensi surge dan neraka nantinya.

 
Dan kita sebagai rakyat biasa, sembari menunggu keputusan penguasa negeri +62 dengan pilihan yang lebih memungkinkan segera dilaksanakan, tidak mungkin dan tidak akan tega melihat saudara kita pedangan kaki 5, ojol dan pekerja harian menjadi kelaparan atau bahkan mati bukan perantara corona tapi karena perantara kelaparan. Maka bergeraklah selagi mampu, apapun itu, kebaikan apa saja, sebarkanlah, tebarkanlah.

 

Semoga tulisan ini dapat membawa manfaat, pencerahan dan semangat kebaikan bagi teman-teman. Segera wujudkan simpati dan empati itu dengan membantu sesama. Kesuen, selak mati bolone, Rek.

Butuh Kesadaran Umum Atasi Covid-19

Ketika anda membaca ini, mungkin ada sebagian dari anda yang menganggap ini sepele, membuang-buang waktu, atau bahkan talk only, dan lain sebagainya. Tapi tahukah anda, bahwa banyak diantara orang-orang disana yang menganggap sebaliknya, bahwa ini adalah hal yang harus disuarakan lebih kencang lagi. Jika tidak, bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami hal serupa dengan Italia, bahkan bisa jadi lebih. Haruskah itu semua kita alami terlebih dahulu biar anda aware dengan virus corona ini?

Saya tahu bahwa diantara anda pembaca disini, mungkin, ada yang lelah dengan pemberitaan mengenai corona virus, banyak juga yang bosan, banyak yang jengah dengan pemberitaan yang semakin menyerang psikis mereka membuat takut dimana-mana, atau ada yang malah masa bodoh dan tetap nongkrong di Kafe juga main game online di warnet (?).

Dear manusia yang mempunyai nurani dalam setiap dirinya,
Jika semua dari kita lelah, bosan, jengah dan apalah-apalah, lalu siapa yang memikirkan masalah ini? Siapa yang memecahkan masalah ini? Siapa yang mau mengobati pasien corona? Bayangkan jika para tenaga medis juga sampai lelah, bosan, jengah seperti kalian punya rasa? Mungkin saat ini virus itu belum sampai ke orang yang kalian kasihi. Atau bahkan belum masuk ke tubuh kalian, sehingga Nurani itu masih terbungkus rapi (?).

Corona yang sudah menjadi pandemi global ini bukan masalah yang biasa, ini darurat. Semua wilayah di Indonesia, baik kecamatan, kabupaten apalagi kota sudah banyak yang terdampak. Jika kita lelah, bosan, jengah lebih baik diam, tidak usah speak up kelelahan itu, kejengahan itu, kebosanan itu. Kita tidak merasakan bagaimana tenaga medis di Rumah Sakit, bagaimana para petugas yang terdampak. Ada yang 2 minggu tidak pulang, selain menangani pasien, mereka juga harus menahan rindu dengan keluarganya. Mereka mau banget rebahan di rumah dan main bersama keluarga mereka, seperti kalian. Mereka kalau bisa akan bilang “Hey Guys, gantian dong, kalian yang disini di RS jaga pasien dan rawat pasien..”. Tapi ya tidak mungkin dong ya, karena itu tugas mereka yang sudah memiliki kompetensi disana. Maka dari itu kita support mereka. Kita hanya diminta tinggal di rumah, tapi mengapa masih bebal? Masih banyak yang kelayapan disituasi genting begini? Bukan saatnya pamer akidah kuat, sok jagoan dan perkasa. Pamer akidah kuat saat ada misionaris itu baru jempol, pamer sok jagoan di depan tantara zionis itu baru keren, pamer perkasa di depan orang kafir yang membantai saudara muslim kita itu baru mantab.

Maka, teman-teman yuk bantu dengan patuhi social distancing dan bagi anda yang masih harus bekerja di luar, lakukan proteksi sebaik mungkin. Memakai masker, jaga karak aman, jaga stamina dan kondisi tubuh, rajin cuci tangan jika kesulitan cuci tangan pakai hand sanitizer, jika pulang ke rumah jangan sentuh keluarga dan langsung mandi, dan tentunya berdoa. Untuk pedangan kaki lima, ojol, pekerja harian yang terdampak, yuk kita bantu dengan apapun kebaikan yang bisa kita berikan. Saat ini sudah banyak komunitas yang bergerak menggerakkan masyarakat dan mewadahi donasi dari masyarakat untuk disebarkan dan disalurkan ke mereka yang membutuhkan. Mereka hanya ingin menyelamatkan perutnya agar bisa bertahan hidup. Sisihkan sebagian rizqi kita untuk mereka. Dan untuk tenaga medis, kita pun dapat membantu mereka dengan memberikan kelengkapan medis. Anda bisa menyumbangkan dana anda kemudian penyalur donasi akan mempersembahkan donasi anda dalam bentuk APD, atau kelengkapan medis lainnya yang mereka butuhkan.

Oh iya, saya membaca di social media banyak diantara kita yang masih berkomentar mengenai sumbangan harusnya beli APD saja, atau mending kasih uang saja ke ojol, atau mending kasih tip atau mending pesen makanan untuk mereka saja. Please deh, ribet amat hidup kalian. Tidak ada aturan baku bahwa menolong orang harus begini dan begitu. Ditengah kegentingan ini jangan menambah peliknya masalah. Jika kalian ingin membantu, apapun itu bentuk kebaikannya maka lakukanlah. Sok atuh, mangga. Do it! Go ahead! Jadi jangan mengkotak-kotakkan kebaikan, keburu malas ngelakuinnya, komen mulu.

Ini situasi yang benar-benar kita semua tidak menginginkan, masjid tidak melakukan sholat berjama’ah bahkan tidak sholat jum’at. Sedih? Tentu saja. Mau bilang iman lemah? Kebangetan deh. UKM pada gulung tikar, hotel sepi, pariwisata tutup, nyaris semua sektor perekonomian lumpuh. Ini memang musibah bersama, maka mengatasinya juga butuh kesadaran bersama dan bersama-sama melakukan tindakan solutif. Tentunya sebagai masyarakat kita butuh satu komando dari Pemerintah. Namun nyatanya? Saya akan bahas ini dijudul berikutnya. Tapi yang jelas, kita butuh kesadaran bersama untuk sama-sama mengatasi virus corona ini, kemudian kita sama-sama melakukan misi kemanusiaan sebisa kita dan semampu kita. Guys, kita tidak akan merugi menolong orang meski kondisi kita juga sedang kesusahan. Karena apa yang kita berikan tidak akan mengurangi harta kita sesungguhnya. Dan kebaikan tersebutlah yang justru akan menolong kita di akhirat.

Yaudah Iman Kami Lemah

Sebenarnya sudah sejak kemarin-kemarin mau nulis ini tapi nggak dapat momentnya. Dan sekarang dimuntahkan semua apa yang ada di otak, mumpung dapat momentnya.

Jadi beberapa waktu belakangan karena intens diskusi corona, dan sampai ada yang nyeletuk “iman lemah, cemen, dll” karena ada yang berikhtiar untuk saling mengingatkan dan berusaha menjaga diri dari corona.

Sebenarnya perbedaan itu fitrah, sudah menjadi biasa di kalangan umat Muslim berbeda pendapat semampang ada hujjah yang kuat dengan dalil yang kuat. Disilahkan berijtihad bagi yang memiliki ilmu dan mumpuni sesuai syarat mujtahid. Bagi yang belum, ya sadar diri aja untuk sebagai muqollid, jangan ngeyel dan merasa lebih paham sehingga menjudge iman saudara muslimnya lemah. Bahkan selevel ulama apa iya kita hakimi seperti itu? Siapa kita?

Di tengah memanasnya perdebatan, saya ngobrol dengan orang lain, membicarakan sesuatu yang kemudian saya menanyakan “apa nggak kuatir tertular”, dia jawab, ragu tertular. Terus saya sampaikanlah, katanya kalau takut, imannya lemah. Terus dia nyeletuk enteng, “yaudah iman kami lemah”.

Sederhana sih kalimatnya, namun membekas, kenapa? Karena disampaikan di waktu dan orang yang tepat. Yang saya ambil pelajaran disini adalah, kita tidak perlu ngotot berdebat dengan orang yang bebal, dibeberkan fakta menolak, menghadirkan fakta juga salah, dikasih data nggak mau, nggak based on data dan ilmiah padahal yang dibahas masalah ilmiah, terus menyandarakan pada keyakinan pribadi dan pengalaman nenek moyang. Kalau untuk konsumsi pribadi ya silahkan (meski riskan juga), tapi kalau untuk disampaikan ke public terus bilang dasarnya keyakinan pribadi dan pengalaman nenek moyang yang nggak usah ditanyakan lagi “asbabun nuzulnya”. Takut aku jadinya sama kelen.. 😀

Jadinya, menghadapi orang-orang tipe begini memang nggak usah diseriusi. Mereka nggak butuh argument serius kita. Biarin aja deh mereka bilang kita nggak beriman, atau lemah iman. Nggak ada cara lain selain ikhlas. Emang susah, greget gitu ya hati mau menyampaikan ini-itu a-z, wajar sih karena kita punya gharizah baqo’, yang jelas sederhanakan aja dengan kata “yaudah iman kami lemah”, lepas itu sudah tinggalkan. Cuci piring kek, cabut rumput kek. Ngomel aja sama piring dan rumput, ada manfaatnya. Pekerjaan mamak-mamak jadi kelar, emosi terlampiaskan. Kalau diladeni, emosi memanas, ukhuwah retak-retak, kerjaan mamak jadi terbengkalai, suami ngomel. Hahaha. Nasib!

Ilmu ikhlas ini memang susah banget, belajarnya seumur hidup. Dimulai dari menerima, melakukan self acceptance. Kemudian self loving our body, mencintai diri kita dengan tidak membuat kehormatan dan martabat kita hancur dengan emosi di depan umum. Kalau kita sudah bisa merasakan ikhlas, rasanya tuh plong banget. Mau melakukan kegiatan apa saja rasanya enjoy, hati rasanya ringan melangkah, cobalah.

Hikmah Corona, Apa yang Harus Kita Renungkan?

Salah satu hal yang sangat saya nikmati dalam perjalanan hidup saya adalah bagaimana saya bisa menyelami hikmah-hikmah kehidupan yang ada. Begitu banyak pengalaman hidup baik dari diri sendiri maupun dengan melihat kehidupan luar.

Kebetulan kegentingan saat ini yang melanda seluruh dunia adalah mengenai pandemi corona yang melanda seluruh dunia. Italia mencetak rekor kematian terbanyak di dunia, mengalahkan China negara asal Corona ini merebak. Bahkan sehari ada 700an jiwa melayang di Italia. Di Indonesia, angkanya pun terus bertambah, yang positif terkena corona ada 500an lebih, yang meninggal hamper 49an, yang sembuh 30an.

Masyarakat kacau, ada yang menimbun masker, ada yang santai nongkrong di kafe padahal disisi lain dokter-dokter meninggal karena menyelamatkan pasien, keputusan lock down tidak bisa dijalankan, takut ekonomi ambruk, padahal dolar sudah menembus angka 17ribu. Harga kebutuhan pokok naik gila-gilaan. UKM dan pedangan kaki 5 menjerit, anak istrinya kelaparan. Bahkan ada yang menyatakan rela mati demi mencari nafkah, semoga dicatat mati syahid karena berjuang mencari nafkah, kalau tidak anak-istrinya mati kelaparan. Disisi lain mereka yang punya dolar atau digaji dengan dolar, semakin senang karena pundi-pundinya semakin banyak. Oh kapitalis, semakin membuat menangis. Mereka yang lemah akan tersingkir, mereka yang kuat akan semakin berjaya. Sangat berlawanan dengan konsep ekonomi Syariah.

Ada banyak hal yang bisa kita renungkan sambil menunggu corona mereda:

  1. Membaca cerita polusi udara di China menjadi menurun dan kualitas udara jadi bersih membuat merenung, apakah begini cara Allah menjaga ciptaannya dari keserakahan makhluknya? Dengan berkata “jadi” maka jadilah virus itu dan membuat seluruh dunia menurunkan bahkan menghentikan aktifitas pabrik, ekonomi, dll yang sebagian besar melemahkan kekuatan bumi. Sehingga dengan begitu bumi menjadi lebih “meremaja” sedikit?
  2. Mungkin juga Allah sedang mengajarkan kita acara persiapan menghadapi akhir zaman, kira-kira beginilah nanti kekacauannya, bahkan lebih dahsyat?
  3. Bisa jadi Allah juga sedang mengajarkan kepada kita apa itu empati, disaat saudara Muslim kita di Palestina sudah biasa memakai masker sehari-hari karena udara disana tercemar gas beracun, sisa-sisa dentuman Meriam, dll. Kita sering lupa mereka, dunia mengisolasi mereka, dan kini dunia diisolasi oleh Allah untuk turut merasakan penderitaan yang selama ini mereka rasakan?
  4. Ataukah Allah ingin menyadarkan kita bahwa tidak ada penjagaan kehidupan yang paling paripurna selain dengan SyariatNya dalam bingkai Khilafah? Dengan melihat carut marut pemerintah mengatasi pandemic seperti ini saja, udah lemah? Alat kesehatan tidak memadai, lock down nggak mampu, ekonomi morat-marit.
  5. Atau mungkin Allah sedang mengajarkan kepada kita semua apa makna sebuah waktu? Sehingga kita lebih memaknainya dengan kebersamaan keluarga?
  6. Ah, yang jelas Allah merindukan kita, hambaNYA bersimpuh mengingatNYA, mengingat bahwa kematian itu dekat. Maka segeralah bertaubat.

Dan bisa jadi anda yang membaca ini juga memiliki tambahan renungan lain, yang jelas intinya sama, sama-sama menuju kepada mengingat Allah.

Masa Menyapih dan Toilet Training Hayfa

Kali ini mau bahas soal perkembangan Hayfa. Rasanya lama saya tidak membahas perkembangan anak-anak. Biasanya saya menuliskannya di postingan Instagram. Tapi sudah sejak akhir Desember 2019, saya mulai malas posting di news feed IG. Entah kenapa. Kalau posting di WA story dan IG story masih, tapi sekedarnya juga. And, sekarang saya mau menuliskan ini supaya kelak ketika Hayfa besar dan saya menua, saya masih bisa baca dan mengingatnya.

Hayfa termasuk anak yang susah untuk disapih. Lebih susah dari abang dan kakaknya. Kalua kakak dan abangnya memang disapih dari botol dot, waktu itu saya sapih karena saya mau ajarin mereka toilet training. Jadi harus memulainya dari sapih dot, karena mereka minum dotnya kenceng banget terutama Hafizh. Saya ingat waktu itu sekitar Februari-Maret kalua nggak salah, saya mulai sapih, cuma 1 hari selesai. Proses soundingnya memang lama, dari usia mereka 2 tahun, tapi benar-benar saya cut pas 1 hari itu dan fix langsung berhasil tanpa drama heboh-heboh. Hafizhah tak ada kendala, dia langsung nurut dengan titah emaknya, siang sebelum tidur siang saya bilang ke mereka bahwa tidak ada dot menjelang tidur siang ini. Hafizhah sedih tapi dia tidak ada nangis rewel, langsung nurut dan tidur siang berhasil tanpa dot. Saya janji meski tanpa dot, mereka tetap akan minum susu melalui gelas, sorenya pas bangun tidur dia langsung minum susu. Beda dengan Hafizh, dia nangis nyari dot, tapi saya tegas dan tegakan untuk menerapkan itu, alhasil dia mau tak mau nurut dan tidur siang. Kemudian sorenya dia minum susu pake gelas dan itu berlanjut sampai seterusnya.

Kemudian untuk toilet trainingnya H2, lucu sih, karena mereka masuk TK A usia 2 tahun 8 bulan dengan kondisi masih pakai diapers. Baru sekitar Oktober-November mereka akhirnya lulus toilet training. Alhamdulillah tak banyak drama berarti, ada kesel-kesel dikit wajarlah Namanya juga emak-emak struggling sendiri, ngepel 2 bocah kalau pas ngompol. Mereka nggak sering banget ngompol, pokoknya kalau saya rajin 2-3 jam nanyain mereka mau pipis apa engga, atau pas bangun tidur langsung bawa mereka ke kamar mandi, pas mau tidur ke kamar mandi. Terus tengah malam kalau mereka agak risau, saya langsung bangun nawarin pipis. Mereka tahu kok bagaimana saya kalau kerepotan ngepel pas mereka ngompol tiba-tiba, karena main terus lupa pipis, juga emaknya sibuk sendiri jadi kelupaan. Mereka paham juga emaknya jadi risau najis disana-sini. Alhamdulillah, pertolongan Allah karena mereka diberikan kepahaman.

Nah, bagaimana dengan Hayfa?

Hayfa ini berbeda, karena dia lahir di Pekanbaru dimana saya lahiran dan membesarkan dengan totalitas sendiri, kalau H2 banyak yang nolong kanan-kiri, ada Utie dan Kung, ada om dan tante saya, banyaklah yang ngejagain, ngasuh, dll. Nah kalau Hayfa ini saya bener-bener struggling totalitas. Hayfa juga ASI full 2 tahun lebih. 24 jam sama bunda membuat hayfa dibawah usia 1 tahun menjadi sangat galak dengan orang luar, wajahnya tidak ramah ketika ada orang yang mencoba basa-basi dengannya. Tapi saya cukup heran juga sama Hayfa, dia benar-benar kayak punya feeling kuat mana orang yang tulus dan mana yang biasanya fake. Dia seolah tahu itu. Kayak ekspresinya menunjukkan, malas meladeni orang yang ngajak bercanda tapi fake. Asli gimana ya, saya emaknya, saya tahu banget. Tapi usia 1 tahun keatas sampai sekarang, Alhamdulillah dia ramah dan mudah bergaul dengan orang. Dia cenderung pede dan berani kalau menghadapi orang baru. Agak takut, karena jaman sekarang kalau ramah-ramah jadi ngeri juga. Kadang dia mudah bertanya ke orang baru, terus kalau pulang dari toko suka pamitan dan dada-dada ke penjualnya. Saya berdoa semoga dia selalu dalam lindungan Allah SWT, semua keluarga dan anak-anak kami. Aamiin.

Nah, berhubung Hayfa ini nempel 24 jam sama saya. Maka dia lebih susah pisah ASI. Sounding saya mulai 3 bulan sebelum usianya 2 tahun. Tapi nggak berhasil. Sampai usianya 2 tahun 8 bulan-an, seingatnya saya pasca asap, pasca saya mengungsi asap dari Jawa, saya mulai tegaan dan totalitas dalam menyapih. Tujuannya sama kayak cara H2 dulu, yaitu menjelang saya TT, saya harus bereskan sapih dia. Proses sapih penuh drama. Dia selalu nangis dan Hayfa si unik ini kalau nangis hebat parah banget, dia bisa kayak pingsan dan hilang kesadaran. Bola mata hitamnya kadang sampai tidak kelihatan, badan jadi kaku, bibir-kelopak mata membiru, suara tangisnya hilang, cuma mangap-mangap saja. Gawat banget, saya kadang panik banget, takut nafasnya hilang. Saya tiup-tiup mukanya, saya goncang-goncang badannya sampai suaranya kembali. Tiap malam kalau nangis terpaksa saya ASIkan lagi karena tetangga rumah kami mepet banget, jadi segan juga. Ayahnya juga kadang jadi terganggu istirahatnya. Kadang kalau sadar, ayahnya dukung biar sapih. Tapi kalau lagi tepat nggak sadar, dia bilang, kasih ajalah bun. Hahaha. Pening kepale.

Saya juga jadi biar main aman dan nyaman, dunia tenang, saya ASIkan aja lagi. Sampai suatu ketika, saya kuatkan komitmen dan tegaan, lepas totalitas. Proses, dari lepas ASI, Cuma boleh cium dan peluk. Cuma boleh pegang. Tapi dia suka masih mewek. Dia udah paham kalau udah 2 tahun lebih bahkan 3 tahun, sudah tidak boleh nenen. Tapi dia masih nego cium aja, nempel aja, sikit aja, peluk aja, dll. Sekarang sudah saya berlakukan nggak begitu lagi. Sedikit demi sedikit saya kurangi, memang belum berhasil 100% untuk tidak cium-peluk, tapi seenggaknya udah bisa, kadang yang dicium jadinya tangan saya, terus betis kaki dipeluk kayak peluk guling. Pokoknya si anak yang ini tidurnya harus nempel emaknya, harus ada bau-bau emaknya. Kadang kalau bangun tidur tidak ada emaknya, dia bisa marah, nangis ngambek, lucu gemes. Kakak dan abangnya juga jadi gemes.

Dan sudah sejak akhir Februari 2020, Hayfa belajar lepas diapers. Asli dia yang pengen sendiri. Ketika main ke rumah Uwaknya, atau Niniknya, beliau-beliau selalu bilang “Hayfa udah besar, lepas ya pampersnya, pakai celana aja ya..”. Pas pulang ke rumah Hayfa bilang, “Kata Ninik, Hayfa udah besal, nggak pake pampers lagi. Hayfa mau pake kampes (CD)”. Tapi lagi-lagi kalau memang emaknya dasarnya nggak komitmen, nggak siap, nggak yaki, ya tetap aja nggak terlaksana. Waktu itu saya masih enjoy dengan kesibukkan, jadi takut ribet nanti malah stress di saya dan di anaknya, maka saya sering menunda-nunda. Tapi pada akhirnya saya mikir, anaknya saja sudah siap, kenapa emaknya malah yang nggak siap? Jadi sejak saat itu, saya putuskan, seribet apapun, saya akan jalankan TT mulai saat itu juga. Akhirnya sampai sekarang Alhamdulillah nggak maju-mundur lagi proses TTnya.

Hayfa nggak ngompol? Ya jelas ngompol sekali dua kali, pup di celana ada 2 kali kalau tidak salah. Yang jelas dia ngompol kalau saya lupa dan dia juga lupa pipis, terus minum menjelang tidurnya kebanyakan meski udah pipis menjelang tidur, bangun tidur lupa pipis dulu. Tapi hebatnya sekarang dia udah bisa merasakan rasa mau pup, mau pipis. Kadang dia suka ngerjain juga, nggak pipis tapi berangkat ke kamar mandi. Bener sih dia udah tahu dan bisa cara cebok, cara guyur, cuma takut licin dan basah-basahan. Kadang kakaknya menolong banget, yang cebokin pipis dan pup dia kalau bunda serba sibuk. Kadang abangnya juga.

So? Ibu-Ibu, masalah sapi menyapih dan TT ini adalah masalah komitmen dan kesungguhan. Butuh ilmu untuk apa? Untuk memahami kapan saat usia anak siap secara mental dan fisik untuk melakukan tugas perkembangan tersebut, sehingga prosesnya tidak membuat si ibu dan anak stress. Minim trauma pada anak, minim konflik antara ibu dan anak. Kemudian yakinlah dan totalitas dan prosesnya, jangan maju-mundur. Motivasi anak sesuai porsinya, jangan berlebihan karena TT dan sapih adalah proses tahapan yang sudah seharusnya mereka lalui, jadi bukan hal yang harus dinaik-naikkan terlalu tinggi. Banyak metode sapih maupun TT, misal untuk penyapihan saja kita sudah sangat mengenal yang Namanya WWL. Siapaun bisa menerapkannya. Namun saran saya, sesuaikan dengan kebutuhan, tidak semua teori dapat kita aplikasikan ke diri kita, sesuaikan dengan diri kita. Intinya senyamannya dan sebahagia mungkin. Metode hanya suatu cara untuk mempermudah, jika malah mempersulit maka bukan metodenya yang salah, mungkin memang tidak cocok saja bagi kita dan bisa jadi cocok bagi yang lainnya.

 

Jangan Pertanyakan Darimana Kuperoleh Aqidahku!  

Salah satu hal yang kami diskusikan kemarin adalah soal berikut:
1. Kita tidak pernah tanya kepada orang tua kita apa dasarnya kita harus ikuti keimanan yg mereka imani. Kita tidak pernah mempertanyakan apa dasarnya karena memang dasarnya datang dari fitrahnya kita sebagai umat yang beragama dan berakidah
2. Apa harus ada dasarnya untuk mempertahankan aqidah kita?

Dua point diatas sangat ingin saya ulas diblog ini karena pembahasannya menarik. Ok, saya mulai bahas poin no. 1 ya.

1. Kita tidak pernah tanya kepada orang tua kita apa dasarnya kita harus ikuti keimanan yg mereka imani.

Kalau dulu saya kecil seusia Hafizh, saya lupa apa saya pernah bertanya ke orang tua saya, “Mengapa saya harus menyembah Allah? Allah itu apa? Allah dimana? Allah itu bentuknya kayak kita kah?”. Tapi anak jaman sekarang seusia Hafizh mereka sudah tanya itu. Dan pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah lumrah ditanyakan oleh anak-anak jaman sekarang. Saya kurang tahu, apa orang jaman dulu kecilnya tidak mempertanyakan hal ini? Atau jika bertanya hal ini menjadi tabu dan dilarang oleh orang tuanya? Parenting Islami jaman sekarang justru banyak membahas bagaimana cara orang tua menjawab pertanyaan kritis anak-anaknya soal ini.

Misal:
1. Jika anak bertanya, Allah dimana? Kok ga kelihatan.
Jangan dijawab Allah dimana-mana, karena ditakutkan anak-anak akan berpersepsi Allah berarti banyak dong, karena dimana-mana, lebih dari satu dong. Maka jawablah, Allah itu dekat dengan kita. Maka Allah akan melihat segala perbuatan baik-buruk kita dan dicatat oleh Allah.
Dll.

Manusia itu mau dia Islam, Atheis, Kristen, dia memang mempunyai sebuah Gharizah (Naluri) Tadayyun, naluri beragama, naluri ingin mensucikan atau meninggikan Dzat yang lebih tinggi darinya. Betul jika dikatakan kita ini punya fitrah berakidah, beragama, mengimani sesuatu. Tapi bukan lantas tidak boleh dipertanyakan keyakinan tersebut dari mana diperoleh? Sangat boleh. Bukan hal yang tidak etis. Ini juga sebagai uji kekritisan dan kesungguhan orang dalam beragama ketika ditanya, “Kenapa sih kamu pilih Islam?”. Masak iya dijawab ya karena keluarga saya Islam, jangan tanya lagi. Kan enggak begitu.

Itulah sebabnya beriman itu bukan hanya disandarkan pada perasaan “punya naluri beragama” tapi juga disandarkan dengan akal dan dalil. Aqli dan naqli. Sehingga jalan menuju iman itu lurus dan benar. Jika hanya disandarkan kepada perasaan “naluri mengimani sesuatu”, kita bisa lihat orang seperti dukun atau penyembah berhala. Mereka tetap punya naluri mengimani, yakin bahwa yang disembah itu yang lebih tinggi darinya dan yang memberi apa keinginannya. Tapi apa keimanan tersebut haq? Tentu bathil, karena tidak disandarkan kepada dalil naqli dimana Al Qur’an dan Hadist menjelaskan mengenai Iman pada Allah, dst. Kemudian akan memprosesnya dengan mengindera fakta di lapangan. Panca indera kita melihat bahwa alam semesta dan kehidupan ini tidak mungkin ada dengan sendirinya. Pasti ada yang menciptakan dan mengatur, yaitu Allah, ada dalam Al Qur’an dan Hadist.

Al Qur’an:
“Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ), kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat jauh tersesat.” (QS. An Nisaa’ (4): 136)
“Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah (2): 163)
“Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada selain-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di hadapan manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sedikit jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuannya meliputi langit dan bumi. Memelihara kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqarah (2): 255)
“Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui perkara yang tersembunyi (gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, yang sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang Jabbar,lagi yang Maha besar, maha Suci Allah dari segala sesuatu yang mereka perserikatkan dengannya. Dialah Allah yang menjadikan, yang menciptakan, yang memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan baik. Semua isi langit mengaku kesucian-Nya. Dialah Allah Yang Maha keras tuntutan-Nya, lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Hasyr (59): 22-24)
“Katakanlah olehmu (hai Muhammad): Allah itu Maha Esa. Dialah tempat bergantung segala makhluk dan tempat memohon segala hajat. Dialah Allah, yang tiada beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun atau sesuatu yang sebanding dengan Dia.” (QS. Al Ikhlash (112): 1-4)
“Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha (20): 14)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka bartakwalah kepada-Ku.” (QS. Al Mukminun (23): 52)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka sembahlah Aku.” (QS. Al Anbiya (21): 92)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan-Tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak, binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai Arasy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al Anbiya’ (21): 22)
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi…” (QS. Al Baqarah (59): 177)

Hadist:
Sabda RasululIah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Iman, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik maupun buruk.”
“Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika kamu benar-benar hendak memeluk Islam): ‘Saya telah beriman akan Allah’, kemudian berlaku luruslah kamu.”.
“Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah.” (HR. Muslim).
“Barangsiapa mati tidak memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga. Dan barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)

Jadi naluri itu tidak bisa berdiri sendiri tanpa kita kelola dengan benar. Dimulai dari membangkitkan pola pikir kita. Antara naqli dan aqli saling melengkapi.

Justru bahaya sekali jika kita beriman pada Allah karena keturunan, atau memang mengimani apa yang diimani nenek moyang kita tanpa adanya proses berpikir yang benar dan dilandaskan dengan nash syar’i. Bangkitnya manusia itu dimulai dari dia menemukan aqidahnya, jalan menemukan itu juga harus jalan yang lurus dan benar. Maka jika awalnya ada diantara kita yang beriman pada Allah dari hasil turunan, maka mulailah berpikir keimanan tersebut dari proses kita berpikir sendiri, dan itu akan menancap kuat dan mengakar bagaikan pokok kurma.

2. Apa harus ada dasarnya untuk mempertahankan aqidah kita?

Kita makan aja pasti ada alasannya. Alasannya apa? Ya tentu aja karena lapar. Sebuah fitrah memenuhi kebutuhan jasmani yang kalau tidak dipenuhi maka akan mati. Jadi bukan dijawab “Ya aku mau makan karena emang aku mau, dan aku yakin aku mau makan”. Kalau benar ada yang jawab begitu, mungkin saja dia lagi bercanda. Ok, maklum kalau bercanda. Nah kalau serius jawab gitu, maka asli, anda akan terlihat konyol karena membawa otak kemana-mana tapi tidak dipakai. (Salah satu keputusan benar yang saya ambil kemarin, adalah untuk menghindari saya bilang kalimat sarkasme, bahaya..bahaya..Kalau nulis disini kan tidak tertuju pada seseorang tapi tulisan umum).

Sebagaimana kita memperoleh keimanan melalui bangkitnya pola pikir kita dan disandarkan pada nash syar’i, maka mempertahankan aqidah juga pasti ada alasannya, alasannya sesuai dengan bagaimana kita memperoleh keimanan tersebut. Jika kita peroleh dengan jalan keimanan yang lurus dan benar, maka mempertahankan aqidah kita pun akan kuat.

Akhir kata, saya mau beristighfar, semoga tulisan ini dijauhkan dari kesan merendahkan atau menyudutkan orang lain.

Jika ada yang salah dan kurang, semata-mata dari saya. Jika ada baiknya, itu semua karena Allah.