CINTA JANNATI: Pernikahan Sakinah Para Perindu Surga
Pemateri: Ummu Balqis
Diawali tadabbur ayat dengan berikut:
Allah SWT berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَا جًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)
MENIKAH agar sakinah mawaddah warahmah saja tidak cukup, tapi menikah harus bisa sampai mengantarkan kita ke Jannah bersama-sama.
Fakta tingginya tingkat perceraian di Indonesia tidak bisa kita pungkiri. Banyak penyebab perceraian terjadi, diantaranya:
1. Tidak Harmonis
Harmonis = BUKAN TUJUAN AKHIR pernikahan, harmonis adalah proses yang harus diupayakan setiap pasangan suami-istri dalam pernikahannya.
2. Tidak Ada Tanggung Jawab
Tidak memahami hak dan kewajiban suami/istri.
3. Ekonomi
Kita hidup di jaman hedon, dimana yang dicari kebanyakan adalah kesenangan semu. Biasanya berupa materi. Banyak diantara kita yang hidupnya secara ekonomi miskin, tapi mereka samara, bahagia. Dan ada juga yang kaya raya, tapi cerai.
4. Faktor Pihak Ketiga
ISLAM adalah AGAMA SEMPURNA dan PARIPURNA.
Mari kita tadabbur ayat berikut:
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6)
Tujuan Pernikahan adalah untuk menjaga diri kita dari api neraka. Jadi menikah itu,
BUKAN SEKEDAR, supaya bahagia.
BUKAN SEKEDAR, menghalalkan sex.
BUKAN SEKEDAR, supaya ada pasangan jalan.
Bukan, bukan, itu saja.
Jadi bukan hanya sekedar bisa BAHAGIA, untuk apa bahagia jika tidak masuk surga.
Misal:
Ada sekeluarga yang have fun, dugem, pakai narkoba, mereka merasa itu membahagiakan. Tapi, apakah itu mengantarkan mereka untuk masuk surga? TIDAK!
PERNIKAHAN adalah untuk membangun keluarga yang kuat, samara, mencetak generasi umat BERTAUHID.
Adapun upaya untuk menjadikan keluarga kita samara:
1. Upaya sebelum menikah
– Mengunduh Ilmu sebanyak mungkin
Misal: Ilmu sanitasi, Ilmu parenting, Ilmu managemen emosi, Ilmu managemen keuangan, Ilmu managemen waktu, dll.
– Upgrading Diri
– Perkaya Diri dengan skill yang bermanfaat
2. Upaya selama proses menikah
Selama berproses, kita harus menautkan hati kita pada Allah. Maksimalkan proses ta’aruf karena kita harus mengenali calon kita dan keluarganya dengan baik. Jangan terburu-buru karena bisa jadi belum datangnya jodoh kita ini karena Allah sedang menanti kita untuk upgrading diri sehingga kita layak untuk menerima takdir Allah berjumpa jodoh terbaik kita.
Ada sebuah fakta kasus yang didapati bahwa:
Kasus 1
Ada 2 orang dokter, menikah, tapi selama 5 tahun pernikahan suami tidak pernah menyentuh istrinya. Awal pernikahan alasan suaminya, biar fokus Coas, tapi lama-kelamaan diusut ternyata suaminya punya kelainan orientasi seksual.
Kasus 2
Ada istri yang mengeluh kalau minta nafkah batin kepada suaminya (HSI) selalu dengan memohon-mohon. Punya anak 1 orang, tapi itu pun dengan memohon-mohon dalam proses HSI. Usut punya usut ternyata, suaminya tidak suka dengan bentuk tubuh si istrinya. Dia merasa istrinya bukan tipenya. Dan berujung pada perselingkuhan, padahal suaminya orang kajian.
Jadi, untuk para orangtua pastikan bahwa calon pasangan anak kita benar-benar yang “mau” dengan anak kita, yang bisa memberikan hak nafkah lahir-batin kepada anak kita. Jangan hanya dilihat luarnya OK, kerja OK, terlihat orang kajian. Tapi ternyata..
Tetap kroscek meski orang kajian, dan semisalnya, tetap harus dicari dan digali informasinya dengan sebanyak mungkin.
3. Upaya setelah menikah
Mengapa harus diupayakan atau diikhtiarkan?
Karena ikhtiar adalah salah satu peran penting dalam sebuah upaya samara itu sendiri.
PRA NIKAH
1. Pastikan sudah menuntaskan PR pribadi terkait ijin menikah.
Jangan sampai kita ta’aruf tapi sebenarnya hanya ingin kenal saja, atau hanya ingin dekat, cuma kepo, PHP, dst yang akhirnya tidak dinikahi.
Jangan dipusingkan untuk perkara seperti ini, yang sebenarnya harus tuntas diawal ketika memang kita sudah berkomitmen untuk menuju ke jenjang pernikahan.
Kita ini berharga, jangan mau kenalan sana-sini dengan orang yang tidak ada niatan serius.
2. Jangan bawa PR
Jangan membuka celah untuk pusing sendiri. Menikah itu nantinya akan ada PR‐PR baru, jadi jangan membawa PR lagi.
Misal:
Si A ingin menikah dengan Si B yang sering kasar. Terus Si A yakin kalau Si B nanti akan berubah ketika sudah menikahinya. BIG NO!
Jadi ketika nanti ada masalah, jangan salahkan takdir karena kita sendiri yang membawa PR itu ke dalam pernikahan.
3. Ta’aruf
4. Khitbah
PASCA NIKAH
1. Adaptasi Awal Nikah
2. Menjaga Komitmen
3. Managemen Emosi
4. Managemen Konflik
Menikah adalah pemenuhan fitrah manusia. Jadi jika ada yang ingin menikah, tidak usah malu untuk menyampaikannya, karena itu normal, berarti fitrah kita terjaga.
Banyak negara yang angka kelahirannya rendah saat ini, itu dikarenakan rusaknya fitrah. Penduduknya malas menikah, mereka hanya ingin melakukan hubungan sex dengan berganti-ganti pasangan. Sementara ISLAM, memuliakan kita dengan adanya PERNIKAHAN.
MENIKAH adalah menggenapkan separuh Dien (IBADAH). Jadi kita harus fighting di dalamnya.
MENIKAH adalah tolong menolong (at ta’awun) dari api neraka. (QS. At Tahrim: 6).
Penting bagi kita untuk perbanyak tadabbur Qur’an karena di dalamnya banyak “contekan” untuk kita pakai dalam mengarungi kehidupan ini.
Dalam QS At Tahrim ayat 6, banyak sekali turunan yang harus kita perhatikan, yaitu:
Dalam menjaga keluarga kita dari api neraka, maka kita harus tahu ilmunya, harus saling mengenal pasangan dan anggota keluarga kita, harus menuntaskan diri kita terlebih dahulu.
Kemudian, mari kita samakan persepsi mengenai,
KELUARGA IDAMAN
Keluarga Idaman adalah:
1. Yang harus bisa menjadi Ma’wah
– Tempat kembali yang nyaman dan yang dirindukan oleh semua anggota keluarganya.
– The Best Comfortable Zone.
Dalam sebuah riwayat,
Dahulu Rasulullah ketika menerima wahyu pertama di Gua Hira, Beliau kalut, gemetar, bingung, meriang. Lalu apa yang dilakukan Rasulullah?
Apa Rasul saw pergi ke tempat sahabatnya? Atau ke komunitasnya? TIDAK!
Beliau, Rasulullah saw pergi menemui istrinya, Khadijah. Dan apa yang dilakukan Khadijah?
Ketika Rasul saw datang, tidak langsung diberondong banyak pertanyaan, tapi Khadijah menyelimuti badan Rasul saw, memangku kepala Rasul. Setelah Rasul saw merasa nyaman, kemudian Rasul menceritakan apa yang dialaminya, dan Khadijah menjadi pendengar yang baik dengan tidak memotong pembicaraan Rasul saw. Khadijah pun menjadi istri Rasul yang percaya bahwa Rasul adalah sosok yang terpercaya, yang al amin saat semua orang tidak percaya akan Kenabian Muhammad saw. Khadijah pun yang mensupport dakwah Rasulullah saw dengan hartanya. Khadijah sosok istri yang tidak pernah hitung-hitungan tentang apa saja yang dia korbankan untuk suaminya. Apa yang dia lakukan adalah LilLahita’ala.
Jadi, jangan hitung-hitungan sama pasangan. Dan selalu UP kepercayaan kita kepada pasangan kita.
2. Madrasah
Pernikahan itu adalah madrasah bagi setiap anggota keluarga. Dalam sebuah pernikahan harus ada upaya untuk saling menasihati satu sama lain, saling belajar, improvement. Harus ada jadwal khusus untuk membicarakan perkara positif untuk perbaikan diri dan keluarga. Menyamakan persepsi yang terkadang berjalannya pernikahan ada yang bertentangan.
3. Memberi Kontribusi untuk Umat
Keluarga adalah miniatur terkecil dari sebuah peradaban. Maka berusahalah untuk menjadikan keluarga kita bertumbuh sehingga mempunyai manfaat untuk umat.
7 PILAR KELUARGA:
1. Keimanan
Keimanan adalah hal yang paling mendasar dari ruh sebuah keluarga. Karenanya idrak sillah billah (keterikatan dengan Allah atau kesadaran diri kita terhadap Allah) harus selalu tertanam.
2. Cinta
Cintai pasangan kita, cintai anggota keluarga kita karena Allah. Karena fisik akan berubah. Usia boleh kuat, fisik masih normal, tapi sewaktu-waktu bisa berubah karena suatu hal. Atau fisik yang kian menua karena usia. Jika kita mencintai pasangan dan keluarga kita karena Allah, maka perubahan fisik bukan menjadi suatu ujian berarti yang merubah cinta kita kepada mereka. Begitu juga dengan harta, bisa jadi awal nikah minus kemudian seiring waktu harta bertambah. Maka jangan sampai kekayaan harta kita yang bertambah menjadikan kita semakin menjauhi pasangan karena melihat rumput tetangga yang lebih hijau. Landaskan cinta kita karena Allah. Salah satu caranya adalah dengan terus menerus mengupayakan tumbuhnya mahabbah dalam rumah tangga kita melalui do’a.
3. Tarbiyah
Membuat Quality Time bersama pasangan untuk membahas hal-hal yang positif terkait evaluasi peran masing-masing.
Misal: 1 pekan sekali, ngobrol dengan pasangan berdua. Membicarakan 1 pekan kebelakang apa saja yang perlu dievaluasi. Jika kita ada hal yang tidak kita sukai dari sikap pasangan, maka sampaikan dengan baik. Selebihnya akan dibahas di poin komunikasi.
4. Paham
Saling memahami. Jangan sampai kita baper dan ribut untuk sesuatu yang tidak perlu. Caranya yang pertama adalah kenali diri kita, kenali limit kita. Kenali pasangan kita, kenali limit pasangan kita. Pahami bahwa laki-laki dan perempuan BEDA, sehingga tidak bertengkar yang tidak perlu. Karenanya pernikahan adalah ta’aruf seumur hidup.
Pernikahan adalah TEAM WORK. Akan sulit menjalani sebuah pernikahan jika kita belum berhasil “memberi makan” EGO PRIBADI.
Menikah = mencari titik temu dalam koridor syar’i. Bukan memaksakan pendapat masing-masing pihak yang dipengaruhi nafsu dan kepentingan pribadi masing-masing.
Maka pencet AKTIFKAN TOMBOL LILLAHITA’ALA. Agar apa yang kita lakukan senantiasa dalam amalan yang sesuai syariat.
5. Peduli
Peduli dengan pasangan dan anggota keluarga LilLahita’ala, jangan hitung-hitungan pengorbanan.
6. Komunikasi
Dalam sebuah komunikasi kita bisa meneladani Rasulullah saw. Dalam sebuah riwayat hadist, sahabat mengisahkan bahwa Rasulullah itu jika berbicara pelan dan jelas. Tidak cepat dan diulang sebanyak 3x agar para sahabat atau yang mendengarkan paham. Maka kita dengan pasangan kita harus meneladaninya. Komunikasi dengan pasangan harus jelas.
HINDARI 2 hal:
– Bahasa Karet: Kalau A bilang B, Kalau B bilang A.
Misal: Suami tanya istri, kamu marah ya? Istri jawab, enggak. Padahal marah. Harusnya sampaikan saja, kalau memang marah tapi dalam batasan ahsan tidak melampaui batas. Seperti, “Iya, aku marah, abang sinilah tolong buat aku ridho, peluk aku supaya aku nggak marah lagi.” (Tetap merendah).
Abu Darda (salah seorang sahabat Nabi saw) pernah berkata pada istrinya, “Wahai istriku, jika kau marah, maka akan ku buat engkau ridho, begitu juga sebaliknya. Jika aku marah, maka buatlah aku ridho. Jika tidak begitu, alangkah cepatnya kita berpisah.”
– Bahasa Kode: Kasih sinyal, tidak langsung bicara apa keinginannya.
Misal: Pengen makan itu, tapi pakai kode, terus kalau pasangannya tidak paham, marah-marah. Padahal pasangan kita bukan paranormal yang bisa baca batin kita.
Jadi, HINDARI 2 hal itu, karena itu biasanya dipakai oleh anak ABG. Kalau sudah menikah tidak ada lagi memakai bahasa seperti itu.
Komunikasi yang Efektif:
– Respect (Menghormati)
– Empati (Ikut merasakan emosinya)
– Audible (Terdengar)
– Clarify (Menjelaskan)
– Humble (Merendah)
Penghambat Komunikasi:
– Blamming Partner
– Saling Menyalahkan
– Antipati
– Tidak Solusional
– Tidak Revolusional
7. Managemen Konflik
Dalam memanage konflik ada beberapa hal yang penting untuk kita lakukan:
Action:
– Tempatkan pasangan kita seperti manusia biasa (pernah salah dan khilaf, punya kekurangan). Perbanyak memaklumi karena diri kita juga ada kekurangan dan kesalahan.
– Menjaga agar selalu dalam koridor syara’. Tidak menyelesaikan dibawah pengaruh nafsu dan emosi.
– Sabar dan menage diri
Mengontrol diri dan emosi agar tidak menyesal di kemudian hari.
– Couple Time
1. Anggarkan waktu berdua dengan pasangan, tanpa anak-anak sehingga terkondisikan suasana yang lebih intimate time.
2. Puji dan apresiasi kebaikan pasangan. Apresiasi lebih banyak dari pada kritik dan saran.
3. Minta dinasihati.
4. Evaluasi mingguan.
5. Berilah masukkan yang ingin disampaikan.
6. Saling koreksi.
7. Lakukan rutin.
Tidak ada pernikahan yang bebas konflik. Semua pernikahan pernah diuji, pernah berkonflik. Karenanya di dalamnya adalah ibadah, mengandung pahala juga dosa.
Ada Circle:
Circle primer: Keluarga inti (suami, istri, anak).
Circle sekunder: Keluarga besar (orang tua, mertua, saudara, dll).
Salah satu konflik pernikahan biasanya muncul dari Circle Sekunder. Maka jika ini dialami, yang harus kita lakukan pertama kali adalah menaruh kepercayaan pada pasangan. Kemudian saling bertabayun dan saling menguatkan.
Cara yang bisa dilakukan untuk tindakan preventif (pencegahan)
Buatlah kesepakatan dengan pasangan. Kenalkan bagaimana keluarga besar kita kepada pasangan, pahamkan mereka tentang perbedaan yang ada. Bimbing untuk beradaptasi. Kemudian buat kesepakatan bahwa jika ada salah paham yang berawal dari Circle Sekunder maka pertama harus percaya dulu, kemudian tabayun dan saling menguatkan.
ALUR MANAGEMEN KONFLIK
1. Preventif
Buat kesepakatan dengan pasangan.
2. Saat Konflik Berlangsung
Jika konflik tidak berkesudahan maka carilah pihak ketiga untuk mendamaikan.
3. Pasca Konflik
Islah.
Bertaubat, taubatan nasuha.
Saling memaafkan.
Kedua pasangan harus saling memberikan effort.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dengan keluarganya.
KELUARGA TUMBUH = Keluarga yang memberikan kontribusi bagi peradaban.
Managemen EMOSI:
1. Hati
Adalah suatu bagian dari tubuh kita yang bila rusak, maka rusak seluruh badan, begitu pula sebaliknya. Maka jika kita EMOSI, hal yang harus dilakukan adalah lembutkan hati. Melembutkan hati caranya dengan terus menautkan hati kita pada Allah. Perbanyak ibadah mahdoh dengan khusyu’. Cek kehalalan harta kita.
Marah adalah salah itu fitrah yang dimiliki setiap manusia. Boleh kita marah, tapi tetap harus dalam kadarnya. Dan ISLAM punya solusinya yaitu TA’AWUDZ.
Dalam kondisi emosi yang marah, hal yang selanjutnya perlu kita lakukan adalah VALIDASI PERASAAN (mengakui perasaan; akui bahwa kita sedang marah).
1. Ta’awudz
2. Diam (sambil istighfar)
3. Ubah posisi (jika sedang berdiri coba ubah dengan duduk)
4. Wudhu’
5. Baring atau menyendiri terlebih dahulu sampai emosi kita stabil.