Diskusi Sengit

Beberapa waktu belakangan ini saya terlibat diskusi dengan beberapa teman di sebuah WA Grup. Awalnya diskusi soal Corona, yang kemudian pembahasannya semakin meluas. Mungkin beberapa tulisan saya kedepan, termasuk tulisan ini adalah buah dari proses diskusi, yang kemudian saya resapi dan saya ambil hikmahnya.

Tulisan ini bukan saya tujukan kepada teman diskusi saya, tapi saya menulis ini karena apa yang saya alami dalam proses diskusi membawa saya menghasilkan perenungan yang menurut saya harus ditulis untuk self reminder. Namun jika teman diskusi saya membaca ini, saya tidak melarang. Silahkan saja dan resapi dalam qolbu masing-masing sebagai bahan hikmah kehidupan.

Pada forum diskusi terakhir, saya memutuskan untuk mengakhiri statement saya dan tidak akan menanggapi lagi statement lawan diskusi meski saya masih sangat mau dan mampu. Tapi mempertimbangkan kondisi lain, juga kondisi emosi saya yang mulai sensitif. Maka saya sampaikan di forum tersebut bahwa statement saya sudah cukup sampai disini dan tidak akan menanggapi lagi, karena juga merasa tidak ada ujungnya, ditakutkan semakin mengoyak ukhuwah, semakin setan bermain di dalamnya untuk bernafsu memenangkan ego pribadi.

Beberapa ciri-ciri yang perlu teman-teman waspadai saat diskusi mulai panas dan alarm diri harus berbunyi:
1. Saat menyampaikan pendapat dengan tendensius.
2. Menyampaikan pendapat dengan emosi, kata tidak tertata, tidak bijak.
3. Statement kita sudah mulai tidak sinkron antara pendapat awal-tengah-akhir.
4. Sudah mulai ada indikasi menyerang personnya.
5. Berpendapat dengan tidak akurat, menyampaikan dengan prasangka, tidak dilandasi dasar yang kuat.
6. Cengengesan.
7. Sudah mulai ada indikasi dalam hati untuk sombong, merendahkan dan meremehkan orang lain.
8. Sudah mulai ada indikasi ingin memenangkan pendapat sendiri yang dicampur memenangkan nafsu ego semata.

Inilah beberapa poin yang harus kita kenali pada diri kita saat diskusi, jadikan sebagai alarm diri. Jika memang sudah tidak terkontrol, kita bisa menarik dan mencukupkan diri pada sesi diskusi tersebut, dan itu cara terbaik. Kita tidak akan hina dan rendah saat menarik diri dari diskusi yang sudah tidak sehat. Cintai diri kita dengan tidak menjatuhkan harga diri kita dari hal-hal yang tercela. Saya bukan menyatakan mereka yang masih terus berpendapat sebagai yang tercela, bukan. Tapi saya lebih tahu diri saya dan ambang batas saya. Saya akan terlihat buruk jika saya melanjutkan itu dan tidak bisa melakukan self control.

Kalau dulu, saya seneng banget menanggapi diskusi sampai menggebu-gebu, tidak jarang emosi. Tapi ketika bertambah perjalanan hidup ternyata saya menyadari bahwa hal tersebut tidak baik, maka saya mulai berusaha memperbaiki dan mengurangi keburukan tersebut dengan harapan semakin berkurang dan lama-lama hilang dari diri saya.

Kita yang punya badan kita, kita yang punya hati kita. Kita yang tahu ambang batas kita.

Maka, bijaklah dalam mengambil keputusan untuk diri kita. Jangan terpengaruh bisikan setan. Karena setan tidak akan pernah puas dan setan yang senang jika Ukhuwah Islam rusak.

Opiniku: Bagaimana Pendapat Subjektif Saya Mengenai Virus Corona

Beberapa bulan belakangan ini Dunia disibukkan dengan penanganan suatu virus yang terkenal disebut dengan Corona. Virus Corona ini mulanya muncul di Kota Wuhan, China. Salah satu Kota yang bisa dikatakan Kota maju di China. Desas-desus yang ada di pemberitaan, virus ini muncul karena masyarakat China memakan makanan yang tidak lazim dimakan, seperti kelelawar (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51262379). Ada juga yang bilang, ini adalah senjata biologi China yang dirancang di salah satu laboratorium milik salah satu Universitas di Wuhan yang kemudian bocor. Ada indikasi sengaja dibocorkan karena AS ingin merusak tatanan perekonomian China dengan senjata makan tuan (https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200311201108-199-482639/pakar-corona-harus-ditakuti-bisa-jadi-senjata-biologi). Wallahu’alam bswb, yang jelas virus ini telah menyebar luas ke seluruh penjuru negeri.

Saat ini kabar terbaru, virus Corona yang semula dalam 1 hari terdapat 15.000 kasus di China, per pertengahan Maret ini angkanya turun menjadi 15 kasus dan Rumah Sakit darurat yang didirikan oleh Pemerintah China sudah dinyatakan ditutup operasionalnya, dokter dan perawat sudah mulai kembali ke rutinitas pekerjaan semula. Tidak heactic dengan Kejadian Luar Biasa, hal ini dibuktikan dengan adanya video para medis China melepas masker sebagai tanda usainya perjuangan melawan Corona, karena mereka telah menemukan obatnya dan berhasil menekan angka kasus dan kematian.

Saat China mulai dapat mengatasi Corona, di belahan Dunia lain, penjuru Dunia bahkan sedang mulai melakukan langkah antisipasi untuk menekan dampak Corona. Di Arab Saudi sampai melakukan langkah lock down. Menutup penerbangan dan perlintasan darat antar negeri, baik yang menuju atau tiba. Pembatasan ibadah umroh. Namun aktifitas kedua Masjid Besar disana, yaitu Haram dan Nabawi tetap bisa dipakai ibadah sholat, namun untuk umroh (sa’i, thowaf dekat ka’bah, cium hajar aswad) dibatasi dengan pagar pembatas. Sedangkan Masjid Nabawi juga sama, masih bisa melakukan ibadah seperti biasanya, namun pembatasan terjadi di area Raudha, jamaah tidak bisa memasuki area Raudha.

Beberapa Negara seperti Italia, yang menjadi negara paling banyak dan masif jumlah kasus dan kematiannya, kini juga telah melakukan lock down. Warganya dibatasi keluar rumah, jika tidak taat aturan akan dikenai denda sejumlah uang. Di AS pun sama, Presiden Trump juga mengumumkan langkah tegas Pemerintahannya mengenai Virus Corona dengan pembatasan akses warga dan pendatang. Begitu juga di negara-negara terdampak lainnya.

Awalnya virus Corona ini dianggap enteng bagi sebagian orang, bahkan seorang pebasket NBA bercanda soal Corona dengan memainkan mikrofon saat jumpa pers, beberapa hari setelahnya dinyatakan positif Corona.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Beberapa kali saya melihat postingan di sosial media, yang memberitakan bahwa negara kita menjadi bahan lawakan negara asing karena di tengah negara lain yang lock down, Indonesia justru bergairah membuka dan meningkatkan kembali perekonomian dari sektor pariwisata dengan melakukan berbagai promo dan masih melakukan berbagai ijin terbang, termasuk di negara yang terjangkit.

Ada beberapa guyonan di sosial media yang menggelitik, ini dilakukan oleh beberapa konten kreator yang mengkreasikan video masyarakat Indonesia yang kebal penyakit dan virus karena sudah biasa hidup terpapar penyakit. Misal, banjir saja mereka bahagia bahkan sampai nyuci di kali tanpa rasa jijik dan khawatir, terpapar asap rokok dan polusi lainnya saja mereka woles. Itu guyonan saat negara lain sudah mulai muncul kasus, namun Indonesia masih belum ditemukan kasus kejadiannya. Namun beberapa minggu belakangan, Indonesia dinyatakan ada kejadian kasus Corona sebanyak 2 orang, kemudian 3, 4 dan per 14 Maret 2020, dikutip dari CNN News, Indonesia mengumumkan 96 angka kasus kejadian, 5 meninggal, 8 sembuh. Bahkan MenHub Budi Karya pun dinyatakan positif Corona. Akhirnya Pemerintah meningkatkan status Kondisi Darurat Nasional untuk Virus Corona. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, telah menyatakan libur sementara aktifitas sekolah dan penutupan tempat wisata. Begitu juga Pemerintah Daerah Kota Surakarta.

Bagaimana pendapat dan sikap dari masyarakat menyikapi ini? Sejauh ini, untuk lingkungan sekitar saya di Pekanbaru, Riau memang masih belum ditemukan kasusnya. Masyarakat melakukan aktifitas seperti biasa, sekolah masih masuk. Kalua dilihat memang masih ramai, namun terasa ada sedikit penurunan aktifitas umum meski tidak signifikan. Saya pribadi pun masih melakukan aktifitas seperti biasa. Namun saya dan sebagian masyarakat yang ada beberapa darinya sudah mulai membekali diri dengan masker, hand sanitizer, dan semacamnya. Terbukti dari langkanya hand sanitizer di mini market yang ada. Dan penampakan pemakaian masker oleh sebagian mereka, termasuk saya.

Virus corona ini memang disikapi berbeda-beda menurut pemahaman masing-masing saudara muslim kita. Ada yang benar-benar menyatakan bahwa “Tidak usah khawatir, santai saja. Kalua takut dan khawatir, patut dipertanyakan akidahnya. Apalagi sampai nggak ke masjid, nggak kajian, dll. Bisa jadi ini agenda busuk kaum kafir untuk melemahkan akidah umat Islam, melemahkan sisi spiritual umat Islam, sehingga tidak berkumpul dalam majlis-majlis yang mulai ramai didatangi, dst dst”. Ada juga yang tetap waspada dengan segala tindakan-tindakan preventif bagi dirinya pribadi.

Karena tulisan ini adalah opini subjektif saya, tanpa ada rasa ingin menyudutkan saudara muslim lain yang berbeda pendapat dan tanpa ada rasa ingin memenangkan pendapat pribadi. Maka saya berpendapat bahwa, Allah SWT dalam hal apapun selalu menekankan bahwa tawakal itu dibarengi ikhtiar, jangan hanya tawakal tanpa adanya ikhtiar di dalamnya. Karena Allah sangat melihat usaha kita. Dalam ayat ini “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (TQS. Al Ma’idah: 23), Allah menyuruh kita untuk tawakal. Tapi disisi lain, ada ayat yang menyatakan bahwa ikhtiar itu pun wajib dilakukan, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (TQS. Ar Ra’du: 11). Ini adalah sebuah sunatullah bahwa ada sebab dan ada akibat. Ikhtiar mempengaruhi hasil.

Memang benar dan saya setuju, virus corona ini jangan sampai membuat kita jadi heboh banget, khawatir yang berlebihan dan panic addict. Sampai-sampai melakukan hal-hal yang diluar batas. Namun juga jangan sampai kita terlampau cuek, berlagak kebal virus dan menyepelekan sebuah penyakit. Apalagi penyakit yang menurut pakarnya, ini sangat berbahaya. Kematian memang takdir dari Allah. Lantas ketika kita melakukan usaha menjaga kesehatan diri untuk tindakan preventif lantas kita dilabeli sebagai orang yang lemah iman? Tentu tidak bisa dijudge begitu. Coba, apa enak kita ibadah dan melakukan berbagai amalan keseharian dalam kondisi sakit? Apa nyaman? Misal, anda yang membaca ini adalah seorang ibu, apa lantas anda akan merasa Bahagia mengasuh anak dalam kondisi sakit? Nyaman kah dengan kondisi itu? Senang menderita kesakitan? Saya rasa tidak ada satu pun dari kita yang senang ketika sakit, karena aktifitas normal jadi terganggu. Namun jika memang dalam kondisi kita sudah berupaya menjaga diri dan kesehatan, sudah merasa maksimal dalam ikhtiar, kemudian tetap sakit, ya itulah Namanya takdir yang tidak bisa kita elakkan. Kita terima dengan keimanan sambil ikhtiar sembuh dengan pengobatan yang ada.

Coba saya tanya, ketika anda yang membaca ini adalah seorang ayah atau laki-laki, anda biasanya setiap hari pergi kerja ke kantor. Lantas anda tahu bahwa salah satu teman anda positif virus corona, apa anda masih mau masuk kantor atau menemui orang tersebut dengan modal tawakal dan menyatakan “kalau sudah waktunya sakit ya sakit, mati ya mati”, begitu?

Saya pribadi memang orang yang meyakini bahwa upaya penjagaan diri saya terhadap kesehatan memang adalah bentuk wujud syukur saya pada Allah, dengan sehat maka saya bisa melakukan amalan kesholihan dengan nyaman dan lapang. Oleh karenanya, upaya saya dalam mengantisipasi terdampaknya penyakit bukan merupakan tindakan melawan takdir, yang dengan tajam dilabeli sebagai lemahnya keimanan.

Kadang kita tidak menyadari bahwa pendapat kita ini diselipi kesombongan walaupun sebiji sawi (Dan saya pribadi sangat mohon ampun jika terkesan bahwa pendapat saya ada kesan kesombongannya juga). Dengan alih-alih tawakal totalitas, terus kemudian menyerang saudara kita yang khawatir dan melakukan tindakan preventif, kemudian menyatakan mereka sebagai muslim yang lemah iman. Atau kalah dengan penyakit. Memang benar, maksud saudara kita baik, mengingatkan untuk jangan heboh ketakutan. Tapi jangan sampai terlampau batas judging keimanan seseorang. Kadang saya merasa, apa saya pantas menilai seseorang buruk, saat disisi lain saya pun masih ada sisi gelapnya?

Yuk, sama-sama kita berdo’a agar kita diberikan kesehatan oleh Allah, terhindar dari wabah penyakit yang sedang marak.

Oh iya, tulisan ini sebenarnya sudah saya susun sejak beberapa hari belakangan saat saya off bersosial media. Saya menulis beberapa tema yang terlintas dalam benak saya, salah satunya tentang Si Coro. Namun karena belum terposting sebab pulsa internet habis, makanya baru sempat hari ini posting dengan merevisi beberapa hal, misal terkait data terkini sesuai perkembangan berita terupdate.

Kemudian saya juga menyampaikan secara jujur bahwa tulisan ini tidak ada sedikit pun niatan menyindir bahkan menyayat hati saudara kita lainnya yang berbeda pendapat.

Saya menyadari bahwa keragaman pendapat itu merupakan sunatullah yang tidak terhindarkan, saya merasa sangat tidak keberatan berdebat dan berdiskusi dengan orang-orang yang berbeda pendapat dengan saya, semampang fair dan no hard feeling, karena fokus urgensitas dakwah kita adalah penerapan Syariah yang merupakan konsekuensi keimanan kita, dalam bingkai yang satu, yaitu Khilafah dan ini mutlak. Tidak akan ada sistem pelaksana Syariah yang bisa menegakkan Syariah Islam secara kaffah jika bukan melalui Khilafah. Jangan retak ukhuwah karena perbedaan penyikapan masalah cabang.

CINTA JANNATI: Pernikahan Sakinah Para Perindu Surga

CINTA JANNATI: Pernikahan Sakinah Para Perindu Surga
Pemateri: Ummu Balqis
Diawali tadabbur ayat dengan berikut:
Allah SWT berfirman:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَا جًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)

MENIKAH agar sakinah mawaddah warahmah saja tidak cukup, tapi menikah harus bisa sampai mengantarkan kita ke Jannah bersama-sama.

Fakta tingginya tingkat perceraian di Indonesia tidak bisa kita pungkiri. Banyak penyebab perceraian terjadi, diantaranya:
1. Tidak Harmonis
Harmonis = BUKAN TUJUAN AKHIR pernikahan, harmonis adalah proses yang harus diupayakan setiap pasangan suami-istri dalam pernikahannya.

2. Tidak Ada Tanggung Jawab
Tidak memahami hak dan kewajiban suami/istri.

3. Ekonomi
Kita hidup di jaman hedon, dimana yang dicari kebanyakan adalah kesenangan semu. Biasanya berupa materi. Banyak diantara kita yang hidupnya secara ekonomi miskin, tapi mereka samara, bahagia. Dan ada juga yang kaya raya, tapi cerai.

4. Faktor Pihak Ketiga

ISLAM adalah AGAMA SEMPURNA dan PARIPURNA.

Mari kita tadabbur ayat berikut:
Allah SWT berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6)

Tujuan Pernikahan adalah untuk menjaga diri kita dari api neraka. Jadi menikah itu,
BUKAN SEKEDAR, supaya bahagia.
BUKAN SEKEDAR, menghalalkan sex.
BUKAN SEKEDAR, supaya ada pasangan jalan.
Bukan, bukan, itu saja.
Jadi bukan hanya sekedar bisa BAHAGIA, untuk apa bahagia jika tidak masuk surga.
Misal:
Ada sekeluarga yang have fun, dugem, pakai narkoba, mereka merasa itu membahagiakan. Tapi, apakah itu mengantarkan mereka untuk masuk surga? TIDAK!

PERNIKAHAN adalah untuk membangun keluarga yang kuat, samara, mencetak generasi umat BERTAUHID.

Adapun upaya untuk menjadikan keluarga kita samara:

1. Upaya sebelum menikah
– Mengunduh Ilmu sebanyak mungkin
Misal: Ilmu sanitasi, Ilmu parenting, Ilmu managemen emosi, Ilmu managemen keuangan, Ilmu managemen waktu, dll.
– Upgrading Diri
– Perkaya Diri dengan skill yang bermanfaat

2. Upaya selama proses menikah
Selama berproses, kita harus menautkan hati kita pada Allah. Maksimalkan proses ta’aruf karena kita harus mengenali calon kita dan keluarganya dengan baik. Jangan terburu-buru karena bisa jadi belum datangnya jodoh kita ini karena Allah sedang menanti kita untuk upgrading diri sehingga kita layak untuk menerima takdir Allah berjumpa jodoh terbaik kita.

Ada sebuah fakta kasus yang didapati bahwa:

Kasus 1
Ada 2 orang dokter, menikah, tapi selama 5 tahun pernikahan suami tidak pernah menyentuh istrinya. Awal pernikahan alasan suaminya, biar fokus Coas, tapi lama-kelamaan diusut ternyata suaminya punya kelainan orientasi seksual.

Kasus 2
Ada istri yang mengeluh kalau minta nafkah batin kepada suaminya (HSI) selalu dengan memohon-mohon. Punya anak 1 orang, tapi itu pun dengan memohon-mohon dalam proses HSI. Usut punya usut ternyata, suaminya tidak suka dengan bentuk tubuh si istrinya. Dia merasa istrinya bukan tipenya. Dan berujung pada perselingkuhan, padahal suaminya orang kajian.

Jadi, untuk para orangtua pastikan bahwa calon pasangan anak kita benar-benar yang “mau” dengan anak kita, yang bisa memberikan hak nafkah lahir-batin kepada anak kita. Jangan hanya dilihat luarnya OK, kerja OK, terlihat orang kajian. Tapi ternyata..
Tetap kroscek meski orang kajian, dan semisalnya, tetap harus dicari dan digali informasinya dengan sebanyak mungkin.

3. Upaya setelah menikah
Mengapa harus diupayakan atau diikhtiarkan?
Karena ikhtiar adalah salah satu peran penting dalam sebuah upaya samara itu sendiri.
PRA NIKAH
1. Pastikan sudah menuntaskan PR pribadi terkait ijin menikah.
Jangan sampai kita ta’aruf tapi sebenarnya hanya ingin kenal saja, atau hanya ingin dekat, cuma kepo, PHP, dst yang akhirnya tidak dinikahi.
Jangan dipusingkan untuk perkara seperti ini, yang sebenarnya harus tuntas diawal ketika memang kita sudah berkomitmen untuk menuju ke jenjang pernikahan.
Kita ini berharga, jangan mau kenalan sana-sini dengan orang yang tidak ada niatan serius.

2. Jangan bawa PR
Jangan membuka celah untuk pusing sendiri. Menikah itu nantinya akan ada PR‐PR baru, jadi jangan membawa PR lagi.
Misal:
Si A ingin menikah dengan Si B yang sering kasar. Terus Si A yakin kalau Si B nanti akan berubah ketika sudah menikahinya. BIG NO!
Jadi ketika nanti ada masalah, jangan salahkan takdir karena kita sendiri yang membawa PR itu ke dalam pernikahan.

3. Ta’aruf
4. Khitbah

PASCA NIKAH
1. Adaptasi Awal Nikah
2. Menjaga Komitmen
3. Managemen Emosi
4. Managemen Konflik

Menikah adalah pemenuhan fitrah manusia. Jadi jika ada yang ingin menikah, tidak usah malu untuk menyampaikannya, karena itu normal, berarti fitrah kita terjaga.
Banyak negara yang angka kelahirannya rendah saat ini, itu dikarenakan rusaknya fitrah. Penduduknya malas menikah, mereka hanya ingin melakukan hubungan sex dengan berganti-ganti pasangan. Sementara ISLAM, memuliakan kita dengan adanya PERNIKAHAN.

MENIKAH adalah menggenapkan separuh Dien (IBADAH). Jadi kita harus fighting di dalamnya.

MENIKAH adalah tolong menolong (at ta’awun) dari api neraka. (QS. At Tahrim: 6).

Penting bagi kita untuk perbanyak tadabbur Qur’an karena di dalamnya banyak “contekan” untuk kita pakai dalam mengarungi kehidupan ini.

Dalam QS At Tahrim ayat 6, banyak sekali turunan yang harus kita perhatikan, yaitu:
Dalam menjaga keluarga kita dari api neraka, maka kita harus tahu ilmunya, harus saling mengenal pasangan dan anggota keluarga kita, harus menuntaskan diri kita terlebih dahulu.

Kemudian, mari kita samakan persepsi mengenai,
KELUARGA IDAMAN

Keluarga Idaman adalah:
1. Yang harus bisa menjadi Ma’wah
– Tempat kembali yang nyaman dan yang dirindukan oleh semua anggota keluarganya.
– The Best Comfortable Zone.

Dalam sebuah riwayat,
Dahulu Rasulullah ketika menerima wahyu pertama di Gua Hira, Beliau kalut, gemetar, bingung, meriang. Lalu apa yang dilakukan Rasulullah?
Apa Rasul saw pergi ke tempat sahabatnya? Atau ke komunitasnya? TIDAK!
Beliau, Rasulullah saw pergi menemui istrinya, Khadijah. Dan apa yang dilakukan Khadijah?
Ketika Rasul saw datang, tidak langsung diberondong banyak pertanyaan, tapi Khadijah menyelimuti badan Rasul saw, memangku kepala Rasul. Setelah Rasul saw merasa nyaman, kemudian Rasul menceritakan apa yang dialaminya, dan Khadijah menjadi pendengar yang baik dengan tidak memotong pembicaraan Rasul saw. Khadijah pun menjadi istri Rasul yang percaya bahwa Rasul adalah sosok yang terpercaya, yang al amin saat semua orang tidak percaya akan Kenabian Muhammad saw. Khadijah pun yang mensupport dakwah Rasulullah saw dengan hartanya. Khadijah sosok istri yang tidak pernah hitung-hitungan tentang apa saja yang dia korbankan untuk suaminya. Apa yang dia lakukan adalah LilLahita’ala.
Jadi, jangan hitung-hitungan sama pasangan. Dan selalu UP kepercayaan kita kepada pasangan kita.

2. Madrasah
Pernikahan itu adalah madrasah bagi setiap anggota keluarga. Dalam sebuah pernikahan harus ada upaya untuk saling menasihati satu sama lain, saling belajar, improvement. Harus ada jadwal khusus untuk membicarakan perkara positif untuk perbaikan diri dan keluarga. Menyamakan persepsi yang terkadang berjalannya pernikahan ada yang bertentangan.

3. Memberi Kontribusi untuk Umat
Keluarga adalah miniatur terkecil dari sebuah peradaban. Maka berusahalah untuk menjadikan keluarga kita bertumbuh sehingga mempunyai manfaat untuk umat.

7 PILAR KELUARGA:

1. Keimanan
Keimanan adalah hal yang paling mendasar dari ruh sebuah keluarga. Karenanya idrak sillah billah (keterikatan dengan Allah atau kesadaran diri kita terhadap Allah) harus selalu tertanam.

2. Cinta
Cintai pasangan kita, cintai anggota keluarga kita karena Allah. Karena fisik akan berubah. Usia boleh kuat, fisik masih normal, tapi sewaktu-waktu bisa berubah karena suatu hal. Atau fisik yang kian menua karena usia. Jika kita mencintai pasangan dan keluarga kita karena Allah, maka perubahan fisik bukan menjadi suatu ujian berarti yang merubah cinta kita kepada mereka. Begitu juga dengan harta, bisa jadi awal nikah minus kemudian seiring waktu harta bertambah. Maka jangan sampai kekayaan harta kita yang bertambah menjadikan kita semakin menjauhi pasangan karena melihat rumput tetangga yang lebih hijau. Landaskan cinta kita karena Allah. Salah satu caranya adalah dengan terus menerus mengupayakan tumbuhnya mahabbah dalam rumah tangga kita melalui do’a.

3. Tarbiyah
Membuat Quality Time bersama pasangan untuk membahas hal-hal yang positif terkait evaluasi peran masing-masing.
Misal: 1 pekan sekali, ngobrol dengan pasangan berdua. Membicarakan 1 pekan kebelakang apa saja yang perlu dievaluasi. Jika kita ada hal yang tidak kita sukai dari sikap pasangan, maka sampaikan dengan baik. Selebihnya akan dibahas di poin komunikasi.

4. Paham
Saling memahami. Jangan sampai kita baper dan ribut untuk sesuatu yang tidak perlu. Caranya yang pertama adalah kenali diri kita, kenali limit kita. Kenali pasangan kita, kenali limit pasangan kita. Pahami bahwa laki-laki dan perempuan BEDA, sehingga tidak bertengkar yang tidak perlu. Karenanya pernikahan adalah ta’aruf seumur hidup.
Pernikahan adalah TEAM WORK. Akan sulit menjalani sebuah pernikahan jika kita belum berhasil “memberi makan” EGO PRIBADI.
Menikah = mencari titik temu dalam koridor syar’i. Bukan memaksakan pendapat masing-masing pihak yang dipengaruhi nafsu dan kepentingan pribadi masing-masing.
Maka pencet AKTIFKAN TOMBOL LILLAHITA’ALA. Agar apa yang kita lakukan senantiasa dalam amalan yang sesuai syariat.

5. Peduli
Peduli dengan pasangan dan anggota keluarga LilLahita’ala, jangan hitung-hitungan pengorbanan.

6. Komunikasi
Dalam sebuah komunikasi kita bisa meneladani Rasulullah saw. Dalam sebuah riwayat hadist, sahabat mengisahkan bahwa Rasulullah itu jika berbicara pelan dan jelas. Tidak cepat dan diulang sebanyak 3x agar para sahabat atau yang mendengarkan paham. Maka kita dengan pasangan kita harus meneladaninya. Komunikasi dengan pasangan harus jelas.
HINDARI 2 hal:
– Bahasa Karet: Kalau A bilang B, Kalau B bilang A.
Misal: Suami tanya istri, kamu marah ya? Istri jawab, enggak. Padahal marah. Harusnya sampaikan saja, kalau memang marah tapi dalam batasan ahsan tidak melampaui batas. Seperti, “Iya, aku marah, abang sinilah tolong buat aku ridho, peluk aku supaya aku nggak marah lagi.” (Tetap merendah).
Abu Darda (salah seorang sahabat Nabi saw) pernah berkata pada istrinya, “Wahai istriku, jika kau marah, maka akan ku buat engkau ridho, begitu juga sebaliknya. Jika aku marah, maka buatlah aku ridho. Jika tidak begitu, alangkah cepatnya kita berpisah.”

– Bahasa Kode: Kasih sinyal, tidak langsung bicara apa keinginannya.
Misal: Pengen makan itu, tapi pakai kode, terus kalau pasangannya tidak paham, marah-marah. Padahal pasangan kita bukan paranormal yang bisa baca batin kita.
Jadi, HINDARI 2 hal itu, karena itu biasanya dipakai oleh anak ABG. Kalau sudah menikah tidak ada lagi memakai bahasa seperti itu.

Komunikasi yang Efektif:
– Respect (Menghormati)
– Empati (Ikut merasakan emosinya)
– Audible (Terdengar)
– Clarify (Menjelaskan)
– Humble (Merendah)

Penghambat Komunikasi:
– Blamming Partner
– Saling Menyalahkan
– Antipati
– Tidak Solusional
– Tidak Revolusional

7. Managemen Konflik
Dalam memanage konflik ada beberapa hal yang penting untuk kita lakukan:

Action:
– Tempatkan pasangan kita seperti manusia biasa (pernah salah dan khilaf, punya kekurangan). Perbanyak memaklumi karena diri kita juga ada kekurangan dan kesalahan.
– Menjaga agar selalu dalam koridor syara’. Tidak menyelesaikan dibawah pengaruh nafsu dan emosi.
– Sabar dan menage diri
Mengontrol diri dan emosi agar tidak menyesal di kemudian hari.
– Couple Time
1. Anggarkan waktu berdua dengan pasangan, tanpa anak-anak sehingga terkondisikan suasana yang lebih intimate time.
2. Puji dan apresiasi kebaikan pasangan. Apresiasi lebih banyak dari pada kritik dan saran.
3. Minta dinasihati.
4. Evaluasi mingguan.
5. Berilah masukkan yang ingin disampaikan.
6. Saling koreksi.
7. Lakukan rutin.

Tidak ada pernikahan yang bebas konflik. Semua pernikahan pernah diuji, pernah berkonflik. Karenanya di dalamnya adalah ibadah, mengandung pahala juga dosa.

Ada Circle:
Circle primer: Keluarga inti (suami, istri, anak).
Circle sekunder: Keluarga besar (orang tua, mertua, saudara, dll).

Salah satu konflik pernikahan biasanya muncul dari Circle Sekunder. Maka jika ini dialami, yang harus kita lakukan pertama kali adalah menaruh kepercayaan pada pasangan. Kemudian saling bertabayun dan saling menguatkan.

Cara yang bisa dilakukan untuk tindakan preventif (pencegahan)
Buatlah kesepakatan dengan pasangan. Kenalkan bagaimana keluarga besar kita kepada pasangan, pahamkan mereka tentang perbedaan yang ada. Bimbing untuk beradaptasi. Kemudian buat kesepakatan bahwa jika ada salah paham yang berawal dari Circle Sekunder maka pertama harus percaya dulu, kemudian tabayun dan saling menguatkan.

ALUR MANAGEMEN KONFLIK
1. Preventif
Buat kesepakatan dengan pasangan.
2. Saat Konflik Berlangsung
Jika konflik tidak berkesudahan maka carilah pihak ketiga untuk mendamaikan.
3. Pasca Konflik
Islah.
Bertaubat, taubatan nasuha.
Saling memaafkan.
Kedua pasangan harus saling memberikan effort.

Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dengan keluarganya.

KELUARGA TUMBUH = Keluarga yang memberikan kontribusi bagi peradaban.

Managemen EMOSI:
1. Hati
Adalah suatu bagian dari tubuh kita yang bila rusak, maka rusak seluruh badan, begitu pula sebaliknya. Maka jika kita EMOSI, hal yang harus dilakukan adalah lembutkan hati. Melembutkan hati caranya dengan terus menautkan hati kita pada Allah. Perbanyak ibadah mahdoh dengan khusyu’. Cek kehalalan harta kita.

Marah adalah salah itu fitrah yang dimiliki setiap manusia. Boleh kita marah, tapi tetap harus dalam kadarnya. Dan ISLAM punya solusinya yaitu TA’AWUDZ.

Dalam kondisi emosi yang marah, hal yang selanjutnya perlu kita lakukan adalah VALIDASI PERASAAN (mengakui perasaan; akui bahwa kita sedang marah).

1. Ta’awudz
2. Diam (sambil istighfar)
3. Ubah posisi (jika sedang berdiri coba ubah dengan duduk)
4. Wudhu’
5. Baring atau menyendiri terlebih dahulu sampai emosi kita stabil.

CINTA JANNATI: Menanti Saat-Saat Terindah

CINTA JANNATI: Menanti Saat-Saat Terindah
Pemateri: Ustadzah Hj. Dewi Rakhmawati, Lc.

Saat-saat sebelum menikah adalah saat penantian terindah. Menanti jodoh yang Allah takdirkan untuk kita. Jodoh yang masih misteri, karena tidak pernah kita ketahui siapa orangnya yang akan menjadi pasangan kita kelak.

Dan, dalam sebuah penantian terindah ini, yang penting harus digaris bawahi adalah HUSNUDZON kepada Allah SWT. Karena Allah sesuai prasangka hambaNya.

Mungkin orang yang kita harap dan do’akan adalah “seolah-olah” dia jodoh terbaik versi pandangan kita. Tapi belum tentu dengan versi Allah. Bisa jadi orang yang selama ini kita benci, tidak pernah kita harapkan ternyata Allah takdirkan dia sebagai jodoh kita. Itulah yang terbaik dari Allah, yang Maha Tahu. Jadi, kita jangan sampai pusing-pusing menaruh harapan kepada orang yang belum tentu dia jodoh kita. Pun juga jangan terlalu benci kepada orang lain, karena kita tidak akan pernah tahu kedepan takdir kita seperti apa.

Kemudian, dalam masa penantian ini, jangan pesimis, jangan menyerah dalam berikhtiar. Karena Allah melihat kesungguhan kita, Allah melihat upaya yang kita bangun untuk kebaikan hidup kita.

Diantara ikhtiar yang bisa dilakukan adalah:

1. Perbanyak Istighfar
Mohon ampun atas segala dosa dan khilaf kita. Rendahkan diri dan hati kita kepada Allah Sang Penggenggam Hati ini.

2. Perbanyak Do’a
Berdo’alah dengan kesungguhan pengharapan, karena Allah Tahu mana yang sungguh-sungguh dan mana yang kurang sungguh-sungguh. Do’a tidak hanya kita lakukan secara mandiri atau berdo’a sendiri. Tapi kita bisa mengetuk pintu langit dengan meminta do’a kepada banyak orang, terutama kepada orang yang sholih. Kita tidak akan pernah tahu dari lisan tulus mana do’a tersebut terkabul.

3. Produktif
Dalam masa penantian, kita harus lebih produktif, jangan malas. Jangan merasa “aku sudah nglakuin ini itu, tapi gini-gini aja”. Ikhlaskan diri kita untuk berproses dalam ikhtiar kita. Menjadi orang yang inovatif dan produktif. Membuat sebuah karya yang karya tersebut bisa dimanfaatkan oleh banyak orang. Sehingga hidup kita lebih positif. Fokus terhadap karya juga akan meminimalisir perasaan galau tak tentu arah karena kita punya step by step yang harus kita kerjakan untuk meningkatkan kualitas diri kita. Jangan diam saja menunggu datangnya jodoh. Kemudian sibuk berharap yang muluk-muluk, pengen sama Si A B C, tapi hari-hari kerjaan kita tidak ada peningkatan kualitas diri, sibuk diangan-angan dan pengharapan saja.

4. Yakin dan Optimis
Jodoh kita dituliskan 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim).

Jadi jika di dunia ini sampai akhir hayat kita tidak mendapatkan jodoh, jangan khawatir, nanti di akhirat kita akan mendapatkannya, InsyaAllah.

5. Jangan merusak proses ikhtiar
Teruntuk teman-teman yang sedang dalam penantian dan pencarian jodoh. Ketika kita melihat lawan jenis, juga perlu diperhatikan ikhtiar yang dapat merusak proses kita. Misal: Jangan jadi pelakor. Ketika melihat suami orang, jangan ada terbesit untuk pengen juga bersuamikan suami saudari muslimah kita. Karena sesuatu yang dimulai dengan merusak hubungan orang lain, maka tidak ada keberkahan dalam pernikahan yang akan dibangunnya.
Perhatikan bahwa adanya pelakor adalah ketika kita tidak bisa menjaga pandangan dan jari kita. Itulah mengapa bagi yang belum sanggup menikah, maka berpuasalah. Karena puasa menjaga diri kita dari perbuatan yang munkar. Puasa adalah tameng kita.
Dan, menikah itu bukan “siapa cepat dia dapat”, tapi bila Allah berkehendak untuk menetapkan jodoh kita, maka kita akan mendapatkannya.

6. Saat penantian = Saat memperbaiki diri.
MENIKAH = Ibadah seumur hidup, sepanjang masa. Euforia pernikahan itu akan dirasakan pasangan paling tidak hanya 1 tahun setelah akad nikah. Setelah itu sampai selamanya adalah perjuangan. Setelah akad nikah masih bisa kesana kemari dengan pasangan jalan-jalan dan lain seterusnya, kemudian biasanya 1 tahun kemudian sudah hamil, melahirkan, menyusui, ngemong anak, dll. Jadi jangan dibayangkan yang indah-indah saja. Tapi juga bayangkan konsekuensi pernikahan juga.

7. Menjaga Kebiasaan
Saat belum menikah, lajang, belum bisa masak, masih lelet, suka sembarangan.
Yakin saat sudah menikah itu semua tidak terbawa?
Yakin, terbawa. Karena itu sudah kebiasaan kita. Dan akan terbawa ketika kita sudah menikah. Maka dari itu, sebelum menikah, perbanyak perbaiki diri, perbaiki kebiasaan kita. Buang kebiasaan buruk, tanamkan kebiasaan baik. Sehingga kebiasaan yang akan kita bawa ke dalam pernikahan adalah kebiasaan yang baik. Sebab menikah tidak hanya mengurus diri kita, tapi juga mengurus anak mertua kita dan anak kita kelak.

8. Menjaga Kebaikan Diri
Wanita yang baik akan mendapat laki-laki yang baik, dan begitu juga sebaliknya. Maka jagalah diri dari lingkungan yang buruk. Karena jodoh kita tersembunyi diantara kebaikan akhlak kita.

9. Perluas pergaulan dengan lingkungan yang sholih-sholihah
Dengan memperluas ukhuwah maka kita akan banyak mendapatkan informasi dan link yang semoga menjadi wasilah bertemunya kita dengan jodoh kita dalam ikhtiar yang syar’i.

Pahami Konsep Takdir
Bagaimana kita menerima takdir?
Takdir adalah sesuatu yang bisa diubah, sementara yang tidak bisa diubah adalah Qodho’.
Bagaimana cara mengubah takdir?
Bisa melalui 2 cara: do’a dan sedekah.
Perbanyak do’a dan sedekah. Semoga dengan ini Allah turunkan jodoh terbaik versi Allah untuk kita.

Ikhtiar yang Dapat Dilakukan untuk Menjemput Jodoh:

1. Memilih dan menentukan kriteria calon pasangan.
Pilih dan tentukan kriteria dengan tujuan kebaikan di dunia dan akhirat.
2. Mengenal calon pasangan dengan baik.
Kenali calon pasangan kita dengan baik, kenali orang tuanya, keluarganya. Laki-laki yang sholih adalah yang hatinya terikat dalam kebaikan dan amal sholih. Rajin berjamaah 5 waktu ke masjid. Aktif di kegiatan masjid dan dakwah Islam.
3. Mengkondisikan orang tua.
Bangun kedekatan dan komunikasi yang baik dengan orang tua, sehingga timbul saling percaya dan memahami antara keinginan orang tua dan anak.
4. Ta’aruf.
Jangan “membeli kucing dalam karung”. Sesi ta’aruf adalah sesi yang harus dimaksimalkan. Banyaklah menggali informasi si calon.
5. Istikharah.
Minta kepada Allah petunjuk mana yang terbaik untuk kita, untuk kebaikan dunia dan akhirat kita.
6. Khitbah.
Meminang. Dalam sesi ini, perlu diingat bahwa khitbah itu masih pinangan, belum akad nikah. Jadi belum halal. Jaga interaksi.
Tanya-Jawab:

Tanya:
1. Jodoh diciptakan jauh-jauh hari sebelum penciptaan kita. Kalau orang yang sudah menikah, kemudian cerai. Apa artinya belum berjodoh?

Jawab:
1. Jodoh yang Allah tetapkan yang pertama kali memang adalah jodoh kita. Adapun takdir, ada takdir baik-buruk. Bercerai adalah hal yang sangat dibenci Allah. Tapi jika memang itu jalan keluarnya, maka itu sudah menjadi takdirnya. Jika kelak dia menikah lagi, maka itulah jodoh dia selanjutnya. Pasangan sebelumnya hanya berjodoh sampai usia pernikahannya.
Jika ada perempuan menikah, kemudian suaminya meninggal, dia nikah lagi. Maka di surga, dia akan dikumpulkan dengan suami terakhir yang dinikahinya. Jika dia tidak menikah lagi, maka dia akan dikumpulkan dengan suami dia satu-satunya yang dia nikahi. Beda dengan laki-laki, akan dikumpulkan dengan semua istri yang pernah dia nikahi.
Wallahu’alam bswb..
NB:
1. Rangkuman materi ini boleh dishare, dengan tidak menambah atau mengurangi tulisan di dalamnya, tetap mencantumkan sumber.
2. Rangkuman ini dibuat dengan bahasa redaksional penulis, tidak 100% persis kata per kata pemateri, namun konten sesuai dengan apa yang disampaikan pemateri.
3. Penulis hanya merangkum materi. Adapun perbedaan pendapat mengenai ilmu atau isi materi di luar kapasitas penulis.
Pekanbaru, 1 Februari 2020
Indi Maretia

CPNS ala Istri Penulis Buku CPNS #3

Lelah Kuliah, Ingin Menikah Saja!

Dalam sebuah postingan di Instagram, saya tertegun ketika mendapati ada postingan akun beasiswa mahasiswa yang selalu menyemangati anak kampus untuk semangat menuntut ilmu setinggi-tingginya. Di postingan tersebut captionnya begini:

“Kamu boleh lelah tapi tidak untuk menyerah, nikah bukan solusi untuk lari dari tugas kuliahmu, gak akan ada orang yang mau denganmu jika masalah kuliah saja tak bisa kau selesaikan. Apalagi urusan rumah tangga yang panjang ceritanya.”

Saya setuju banget nih, kalau untuk urusan kuliah saja kamu dengan mudah lari dari tanggung jawab, bagaimana untuk urusan membangun sebuah pernikahan yang sampai mati harus diperjuangkan.

Saya dan suami memulai pernikahan dalam masa perkuliahan yang belum selesai. Tapi kami tidak menikah karena alasan “bosan kuliah, lelah kuliah, dst”, kami tidak menikah “untuk meninggalkan tanggung jawab di pendidikan kami”, kami tidak menikah hanya karena alasan-alasan tersebut. Ada sebuah niat dan alasan kuat tak terbendung untuk membangun sebuah pernikahan. Menyatukan perbedaan, dua orang, dua karakter, dua adat kebiasaan yang sangat berbeda. Menyatukan bukan untuk menjadikan sama, tapi mengolah perbedaan menjadi sebuah kekuatan.

Memang 4 tahun dengan rutinitas bangun pagi, jalan ke kampus, melewati lorong kelas kampus, kemudian pindah jam mata kuliah, bertemu dosen satu dengan yang lain, menghadapi praktikum, penelitian hingga menulis tugas-tugas setebal-tebalnya. Melelahkan, membosankan, memang..jika kalian tidak menemukan niat yang kuat untuk menjalani itu, maka kalian tidak akan menikmati proses tersebut.

Saya memutuskan menikah, tapi saya berkomitmen untuk menyelesaikan amanah pendidikan saya. Karena apa? Karena saya masuk kuliah dan memilih jurusan kuliah yang saya inginkan sendiri, saya ingin punya ilmu di jurusan yang saya inginkan. Dan terlebih lagi, kuliah adalah amanah kebahagian orang tua. Maka saya tidak mungkin mengkhianati amanah tersebut hanya untuk kebahagiaan saya sendiri dengan menikah.

Sahabat,
Memang berat rasanya mencintai lawan jenis tapi cinta itu tidak tersalurkan. Karena cinta itu fitrah setiap manusia, maka yang perlu dipahami adalah bagaimana kita mengontrolnya. Jika sudah ada gejala-gejala menyukai lawan jenis, maka putuskan segera untuk cut semua koneksi yang terhubung kepadanya. Dekatkan diri pada Sang Pemilik Hati, minta kekuatan iman dan kemantaban hati. Fokus dengan kegiatan positif yang menyibukkan sehingga menutup celah setan untuk mengingat bahkan memikirkan orang tersebut.

Apa tidak boleh menikah sekaligus kuliah?
Siapa bilang tidak boleh, saya praktisinya bukan? Hehe.
Yang saya soroti disini adalah jangan menikah untuk alasan-alasan sepele yang justru akan membuat kehidupan teman-teman semakin rumit. Kuliah berantakan, pernikahan goyang, dst. Dalam agama kita pun, asal sudah baligh dan terpenuhi syarat-kaidahnya, maka dipersilahkan menikah. Jika memang sudah tidak terbendung, maka alasan kuat apa yang ada dalam diri kalian untuk memilih jalan pernikahan? Kalian bisa melakukan kontemplasi dalam sujud sepertiga malam, koneksikan hati dan jiwa kalian pada Sang Pemilik Hati. Kalian akan merasakan bahwa hati kalian dibimbing oleh Allah. Karena Allah tidak akan membiarkan hambaNya yang bersimpuh untuk terombang-ambing dalam kebimbangan hati.

Komunikasikan dengan orang tua yang mana mereka ada di detik pertama kalian terlahir di dunia ini. Minta pendapat dan saran kepada guru spiritual yang selama ini membimbing kalian. Jika tidak ada, mungkin bisa ke orang-orang berilmu yang kalian kehendaki.

Ingat sahabat,
Bahwa perasaan itu mudah hilang dan pergi, jadi jangan memutuskan keputusan seumur hidup hanya karena perasaan sesaat yang menghinggapi. Pernikahan itu seumur hidup bukan 2-3 bulan dinikmati euforianya. Kalian pasti akan menikmati juga apa yang namanya ketidak-cocokan sampai emosi marah yang tak terbendung.

Kebanyakan anak-anak jaman sekarang semangat menikah, tapi kehantam masalah yang kecil saja, sudah bersungut-sungut ingin lari dari masalah. Terutama yang cowok, kalian adalah calon pemimpin rumah tangga, maka kalian mulai dari sekarang harus siapkan mental baja, siap “rekoso” atau bekerja keras, harus tahan banting dan selalu punya fighting spirit yang positif. Dengan cari apa? Terus menempa diri, banyak baca buku positif, diskusi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman, setiap hari mensimulasikan diri bekerja keras.

Nah, untuk kalian merasa belum mampu untuk menjejakkan kaki ke jalan pernikahan, tidak mengapa. Jadikan itu sebagai waktu-waktu emas untuk kalian sebanyak-banyaknya belajar ilmu agama, ilmu kerumah-tanggaan, tempa diri kalian mengerjakan pekerjaan kuliah dengan disiplin dan cekatan, jaga integritas diri, buang kebiasaan buruk dan lingkungan negatif.

Mulai saat ini, ketika kalian membaca tulisan ini, maka kalian harus kuatkan niat dalam diri dan fokuskan melakukan hal-hal kebaikan. Jadikan setiap kegiatan harian yang kalian lakukan adalah bayangan ketika kalian menjadi Ibu, bapak, suami atau istri. Jangan bayangkan yang enak-enak ya. Bayangkan kalian harus gerak cepat dan cekatan menyiapkan makanan, bersih-bersih sampai ke hal yang menjijikan sekalipun, membetulkan instalasi rumah yang rusak atau perlu diperbaiki. Giat bekerja seolah-olah sedang mencari nafkah untuk menghidupi anak istri. Perbanyak sedekah.

Misalkan, kalau kamu perempuan, pilih kos yang bisa masak disitu. Tiap subuh bangun lebih awal, masak bekal ke kampus bawa tempat makan dan tumblr hidup sehat, kemudian bawa juga 3-4 porsi untuk dibagikan ke kawan kampus sesama jenis ya, jangan ke lawan jenis, nanti dia keGRan (bikin perkara baru ini namanya, haha). Atau ke orang-orang tidak mampu yang kalian temui selama dijalan. Untuk yang cowok, coba kalian sembari kuliah juga usaha bisnis atau bekerja sambilan, nanti hasilnya bisa menghidupi diri sendiri, diberikan ke ibunda, atau ke adik-adiknya, bahkan bisa juga untuk menjadi orang tua angkat dari anak-anak korban perang di Timur Tengah.

Jadi, waktu kalian tidak terbuang untuk meratapi ketidak-pastian diri saja. Tapi benar-benar berjuang untuk menjadikan diri kalian lebih baik dan layak untuk menerima masa depan yang lebih baik lagi ke depannya.

Dan, mohon maaf untuk kisah hidup saya yang saya share bukan semata untuk menonjolkan kehidupan pribadi, tapi setiap orang punya pengalaman hidup dan hikmah kehidupan yang bisa diambil oleh siapa saja. Maka semoga niat baik saya ini juga sampai ke pembaca, tiada niatan selain untuk motivasi kebaikan yang ingin ditebarkan.
Salam ❣
Indi Maretia

Tabungan Khusus Anak

Sejak masa kehamilan saya sudah memikirkan ini, iya, tabungan anak-anak. Sejak hamil pertama saya sudah sampaikan ke suami bahwa, apapun yang terjadi, uang anak-anak adalah untuk mereka. Itu hak mereka. Rizqi anak-anak memang bisa turun melalui perantara ayahnya, juga bisa langsung kepada mereka. Misalnya ketika mereka mendapat gift dari Atuk, Andung, Utie, Kung, Ninik, dll.

Maka, uang akan masuk ke tabungan mereka. Dan jika ada suatu hal yang memaksa kami memakai uang tsb, maka perjanjian yang saya buat ke diri saya sendiri adalah:
1. Ijin ke mereka, keperluan tersebut memang untuk mereka, dan menjelaskan itu dipakai untuk apa saja.
2. Ijin ke mereka dan sifatnya hutang yang akan saya ganti.

Tabungan anak-anak saat ini memang kami selalu fokuskan dan sampaikan ke mereka bahwa ini untuk umroh.

Ketika mendapat rizqi, sampaikan ke anak-anak untuk bersedekah, kemudian menabung, dll.
Sedekah bisa kita sampaikan macam-macamnya. Misalkan, anak-anak kita memang terprogram dengan bimbingan tahfizh, maka sedekah selain kepada orang yang membutuhkan, fakir miskin, dll, juga kita fokuskan ke tempat‐tempat tahfizh dengan niat semoga menjadi amal jariyah dan kita minta pada Allah agar ini sebagai langkah yang memudahkan anak-anak kami dalam menyelesaikan hafalan Qur’annya.

Kemudian menabung, menabung bisa jangka panjang. Misal menabung untuk umroh yang membutuhkan biaya besar, menabung untuk biaya pendidikan. Kenapa umroh? Kenapa tidak mencanangkan haji padahal itu yang wajib?
Sebenarnya masing-masing keluarga punya strategi dan langkah tersendiri yang biasanya itu tidak ingin diketahui oleh orang untuk alasannya, karena belum tentu ketika kami sampaikan alasannya, mereka menerima itu. Padahal mereka tidak ada kepentingan juga disitu. Jadi sebagian orang mungkin memilih senyum sebagai jawabannya.

Kalau saya pribadi, sejujurnya, sangat ingin ibadah haji, samampang usia dan fisik masih muda dan kuat. Tapi melihat antrean haji Indonesia yang sangat lama dan ribet, saya jadi memilih untuk mengusahakannya dengan hijrah. Bisa jadi hijrah ke negara lain adalah suatu kemudahan bagi kita untuk naik haji. Uang setoran ibadah haji kita tidak dikorupsi, tidak dipakai untuk talangan infrastruktur, dll.

Kembali lagi ke tabungan anak-anak, penting bagi kita orang tua untuk menjaga hak-hak anak kita. Termasuk tidak mengambil haknya dengan membuatkannya tabungan khusus bagi mereka.

Homeschooling Anak Kami

Diusia H2 yang sudah semakin besar, yaitu 6 tahun yang seharusnya mereka berada di TK B. Kini mereka menfokuskan diri dengan rutinitas di Rumah Tahfizh. Sebenarnya waktu itu H2 fokus hafalan di rumah dengan saya, tapi saat saya memutuskan untuk ikut kelas tahsin di rumah kakak ipar, kakak ipar menyarankan H2 untuk dititip ke rumah Ninik (neneknya), tapi itu semua tidak mungkin dilakukan. Selain karena faktor usia dan kesehatan mertua, rasanya tak sopan menitipkan anak ke mertua, kemudian juga disana aktifitas dagang kakak ipar sibuk berjualan di belakang rumah, takut mengganggu. Jadi saya mikir dan diskusi dengan suami. Bagaimana kalau saat saya ngaji, anak-anak juga ngaji, jadi waktu kita tidak terbuang dengan banyak main-main dan malah mengganggu peserta ngaji lainnya.

Waktu itu mau ikut ke tempat ngaji sepupunya, tapi karena satu dan lain hal, suami melarang. Akhirnya, Allah swt memberikan jalan kemudahan ketika menurut dengan komando suami. Suami kontak ke teman SDnya yang lulusan Pakistan, ternyata Alhamdulillah anak-anak kami bisa mengaji di rumah orang tua teman SD Ayahnya di Jalan Melur, komplek sebelah. Jarak dengan rumah cukup dekat, tidak sampai keluar jalan raya sehingga tidak terlalu kuatir jika berboncengan dengan 3 anak.

Aktifitas belajar di rumah apa saja?
1. Muroja’ah
2. Iqro’
3. Belajar menulis, mewarnai, menggambar
4. Kadang sore bawa mereka jalan ke lapangan pondok belakang rumah atau ke lapangan komplek
Dll.

Jadi jika ada yang menanyakan, homeschoolingnya dimana?
Saya jawab, di rumah. Karena yang saya pahami, HS itu suatu keluarga yang secara mandiri menentukan dan merencanakan arah pendidikan anak-anaknya. Orang tua dituntut untuk aktif dalam mencari informasi, bahan ajar, manage jadwal anak-anak, dll. Jadi jangan ditanya HS dimana, karena HS bukan sekolah. Kami belajar dimana pun, kapan pun dan dengan siapa pun mereka yang dapat kami berguru padanya.

Apakah HS tidak boleh pakai guru lain? Harus orang tua yang mengajar?
Dilihat dari sejarahnya, HS memang dicanangkan untuk keluarga yang semakin jauh dari anak-anaknya dan semakin tidak bertanggung jawab dengan pendidikan anaknya. Tapi bukan suatu “dosa” juga jika keluarga HS menunjuk guru untuk mengajar anak mereka. Karena pada dasarnya, setiap orang tua memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Ada yang memang ilmunya belum sampai untuk mengajar anaknya di materi tersebut, maka pilihan bijaknya dengan mencari guru yang berkompeten. Ini bukan disebut mengkhianati definisi HS ya. Karena sejatinya HS itu menentukan dan merencanakan arah pendidikan anak secara mandiri, maka sah-sah saja bila sebuah keluarga HSer menyewa jasa guru untuk back up. Ingat, dulu ulama-ulama besar kita pun mengejar kemana ilmu itu berada, mereka merantau menemui guru-guru mereka untuk belajar.

Kemudian yang paling penting adalah jangan membanding-bandingkan keluarga kita dengan orang lain, karena setiap keluarga mempunyai value yang berbeda-beda. Ada goal tersendiri dari setiap keluarga. Maka sepatutnya kita tetap fokus pada family goals kita.

Kemudian penting untuk ikut pelatihan HS, kejar dimana ilmu itu berada. Saya pribadi mencoba untuk upgrade ilmu dimana pada perkuliahan psikologi tidak ada bahasan mengenai HS. Jadi saya ikut pelatihan Webinar HS. Komunitas juga penting, untuk menambah jangkauan informasi dan kegiatan-kegiatan bersama. Sehingga dalam langkah kita, kita berada dalam lingkup orang-orang yang sefrekuensi.

Apakah H3 akan HS selamanya?
Sejauh ini kami masih memilih HS, entah sampai kapan, karena perkembangan ilmu dan zaman semakin pesat, nanti jika kami sudah menghadapi fase yang berbeda dan butuh diskusi ulang, maka kami akan memutuskannya apa masih berlanjut HS atau sekolah formal. Jika sekolah formal, Alhamdulillah ada sekolah Atuknya H3 yang InsyaAllah H3 dapat menimba ilmu disana.

Bagaimana ujian atau ijazah H3 nanti?
Ujian ataupun ijazah nyatanya saat ini bukan menjadi suatu hal yang urgent. Mungkin iya, bagi mereka yang ingin bekerja di suatu perusahaan, BUMN, atau yang semacamnya. Tapi jika untuk hidup mencari ridho dan karunia Allah, maka ijazah tidak perlu dipusingkan, yang penting ilmu dan adab kita pegang dan ujiannya live dalam kehidupan sehari-hari. So, bagi anda yang tidak lulus ujian, tidak punya ijazah, anda jangan minder, karena apa? Karena kita hidup memegang ilmu dan adab. Ijazah segepok, jika tidak berkah ilmu, tidak ada adab dalam diri, maka sia-sia. Biasanya beban mungkin ada pada penilaian orang, pandangan miring, dll. Itu hal biasa. Tidak akan berpengaruh ketika memang tujuan kita bukan ingin mencari penilaian manusia. Isokey.. 😄

Dan jujur saja, saya sebagai orang tua tidak terus-menerus berada dalam fase on the top, adakalanya semangat saya turun, saya lalai dalam membimbing anak saya, dll. Tapi asa di depan mata selalu membuat saya terus bersemangat untuk mencapai yang terbaik dalam batas kemampuan saya. Mohon doanya, supaya saya amanah dalam mengemban tugas dari langit ini.

Menulis Buku: Lanjut apa Stop?

Beberapa waktu kebelakang saya memang lagi rajin-rajinnya ikut komunitas menulis, alasannya disamping keinginan kuat belajar menulis juga untuk menambah info-info menulis kroyokan (antologi).

Dan Alhamdulillah, dari sekian project, saya berhasil menuangkan tulisan saya ke dalam 4 buku terbitan dari berbagai penerbit yang ada.

Buku yang saya tulis berjudul:
1. Dear Ayah-Bunda
2. Mertua Vs Menantu
3. Everyone Can Umroh
4. Soulmate

Dari keempat buku antologi saya itu, kalau ditanya mana yang paling berkesan, tentu No. 3. Bagi saya umroh adalah perjalanan spiritual yang luar biasa. Titik balik dari kehidupan seseorang. Hal yang sangat berkesan dalam hidup saya. Kami berjuang untuk umroh dengan membawa segenap kerinduan yang membuncah pada Ka’bah dan Rasulullah saw.

Dan kesan lainnya adalah buku ini hasil keuntungannya 100% InsyaAllah untuk memberangkatkan guru ngaji ke tanah suci. Penjualan buku ini sangat layak diperjuangkan.

Dan, setelah menulis 4 buku antologi, saya kembali aktif menulis dan mengisi blog pribadi saya ini. Kemudian saya mengurangi fokus ke tulisan antologi karena benar-benar ingin fokus ke Single Book.

Saya tidak begitu menguasi menulis fiksi jadi untuk tulisan saya ke depan jika memang Allah swt ijinkan, maka akan tertuang dalam sebuah buku non fiksi. Bisa dalam tema parenting, psikologi perkembangan, atau yang lainnya. Saya berharap doa dan dukungan dari teman-teman yang membaca ini. Tiada niat lain selain ingin mempunyai karya amal jariyah.

Saya merasa sudah tidak waktunya lagi untuk “bermain-main” eksis di antologi yang semakin membeludak digandrungi para penulis lain. Jadi kedepan saya akan fokus menempa diri ini untuk terus belajar skill menulis, kaidah kepenulisan, sampai pada bahan-bahan yang harus dipersiapkan untuk menyusun tulisan dalam bentuk sebuah buku.

Doa dan dukungan sahabat sekalian sangat berarti. 💞

CPNS ala Istri Penulis Buku CPNS #2

Menikah adalah untuk menyempurnakan agama kita. Definisi ini tiada sekedar definisi, tapi lebih dalam maknanya jika masing-masing kita mau dan mampu menyelami maknanya.

Menikah adalah ibadah seumur hidup. Dimana sekecil memegang tangan pasangan pun berbuah pahala, dan secuil krenyit dahi kepada suami berbuah murka Allah.

Bagi seorang perempuan, Menikah adalah pengabdian seumur hidup dengan sebaik-baik ketaatan. Apapun kondisinya, seorang perempuan diwajibkan untuk taat pada suami dalam koridor syar’i. Jika iman lemah, maka semua niscaya terasa berat, sangat berat. Karena semua dirasa dengan perasaan. Tidak disandarkan pada kepasrahan dalam mencari ridho Allah.

Kokohkan aqidah.
Maka dengan begitu, mengabdi kepada suami dan anak-anak dalam bentuk sebuah keluarga adalah kemudahan karena semua dilandaskan pada syariatNya.

Menikah bagi perempuan itu perjuangan, bagaimana tidak, seorang istri wajib taat meski hatinya luluh lantah. Istri wajib taat meski suaminya berperangai buruk, telah menyakitinya. Namun jika suami masih memerintahkan yang sesuai koridor syar’i, ia tetap wajib taat. Karena segala sesuatu yang ada pada diri kita menuntut keridhoan dari suami.

Lantas, ketika tidak ada ketenangan dari sebuah pernikahan karena selalu gusar oleh tingkah suami yang tenar dikejar-kejar ibu-ibu, gadis muda, bahkan janda-janda karena suami tampan, tinggi ilmu, apalagi suami tidak mampu menahan godaan dari luar. Akibatnya apa? Hati istri tersakiti, kalau perempuan sudah tersakiti maka susah bagi mereka untuk tentram dalam mengasuh, mendidik dan merawat anak. Susah bagi mereka untuk tenang dalam kepatuhan terhadap suami yang sudah menyakiti hatinya.

Pasti akan sibuk dengan urusan hati yang tak berkesudahan.
Sementara menikah itu pasti tujuannya punya visi misi besar. Jika disibukkan dengan urusan hati yang tersakiti, mana bisa outputnya menghasilkan anak-anak yang cerdas, aktif, ceria, serta bahagia sehat sholih/ah? Mana bisa outputnya menghasilkan karya-karya perubahan besar untuk manfaat dakwah Islam?
Masalahnya batinnya kemungsrung terus-terusan. Iya, nggak? Nggak usah keras-keras jawab IYA nya, ntar orang tahu antum korban perasaan baca ini. 😁

CPNS ala Istri Penulis Buku CPNS #1

Setiap kali berjumpa dengan orang baru, kemudian ngobrol-ngobrol yang berujung pada pertanyaan background akademik, dan kemudian tahu kalau basic saya di Psikologi, maka mereka seolah langsung minta diterka perasaannya, pikirannya, kepribadiannya, dll. Tapi ini penting untuk diluruskan sih menurut saya. Jadi kami para lulusan S.Psi ini masih belum Psikolog, itu yang pertama. Butuh jenjang S2 dan Ujian Profesi untuk bisa jadi Psikolog. Kemudian kedua, kami ini bukan ahli nujum yang seketika bisa membaca pikiran dan perasaan anda. Jadi jangan berekspektasi yang berlebihan mengenai itu. Terus kalau keliru nanti dibilang ga kompeten, ga becus. Makanya saya ambil tindakan kalau yang udah dari awal minta diterka begini, ya saya dudukkan dulu prekpektifnya mengenai profesi ini.

Ok, next ya. Jadi dalam sekali waktu saya ngobrol, seorang adik muslimah terlihat sangat emosional menceritakan kisah cintanya. Saya belum bisa untuk menceritakan detil permasalahannya disini, tapi saya akan menuliskan hikmah kehidupan yang bisa sama-sama kita ambil pelajarannya, seputar kisah pra-nikah, seputar perasaan lawan jenis, dll. Suatu problematika usia akhir remaja, menjelang dewasa, kira-kira begitu.

Dari sekian curahan hatinya, saya berusaha untuk sebijak mungkin dan sebisa mungkin untuk berusaha objektif dan mengesampingkan perkara yang memang saya tidak menyaksikan langsung dengan mata kepala sendiri. Berita apapun itu, baik atau buruk. Kita harus berusaha untuk berhusnudzon kepada siapa pun. Karena hak seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah saling berhusnudzon terhadap sesamanya. Namun, faktanya bahwa mereka merasa terlukai perasaannya itu juga tidak bisa diabaikan.

Caranya bagaimana?
Caranya adalah dengan menfokuskan ke dalam diri sendiri dulu; semua perbaikan, transfer energi positif dan merubah pemikiran yg mempengaruhi perilaku. Jangan terpaku pada perbuatan negatif orang ke kita. Tapi bagaimana kita tetap menjadi baik dikala orang berbuat tidak baik kepada kita.

Terkadang ilmu tinggi, hafalan banyak, tiada jaminan kita bisa kuat dan kokoh serta tetap baik akhlak ketika guncangan itu dtg kepada kita. Semua itu tergantung dr bagaimana idrak sillah billah kita masing-masing. Ruh merasa diawasi Allah dimana pun dan kapan pun.

Duhai Adik Sholihah, tak mengapa terluka sebelum memulai suatu janji suci, karena mungkin itulah proses untuk memilah dan memilih mana yang terbaik untuk kita dari Allah swt. Saya pribadi sudah menjalani 7 tahun pernikahan, dan sampai sekarang pun masih belajar banyak kepada para sesepuh, orang tua, dan teman-teman yang lebih dulu memiliki banyak pembelajaran dan pengalaman.

Fisik menawan, harta melimpah, ilmu yang tinggi, ketenaran itu semua tidak menjamin sebuah pernikahan akan menyehatkan. Tidak, sama sekali tidak menjamin sebuah pernikahan itu akan memunculkan sakinah mawaddah warohmah.

Fisik menawan tapi suka ngebaperin lawan jenis?
Fisik menawan tapi tidak menahan pandangan dan suka melancarkan aksi-aksi php?
Harta melimpah tapi tidak berkah?
Harta dimana-mana tapi sebagian besar tdk dimanfaatkan untuk dakwah di jalan Allah?
Harta melimpah tapi untuk petentang-petenteng dihadapan sesama manusia lainnya?
Ilmu tinggi tapi untuk gaya-gayaan di depan lawan jenis?
Ilmu tinggi tapi tidak terinstal dalam pemikiran, perasaan dan perilakunya?
Dll

Duhai adik-adikku,
Menikah bukanlah sehari dua hari, sebulan dua bulan..
Menikah bukanlah ajang pamer pasangan ganteng, berilmu, dst..

Menikah bukanlah ajang pamer kemesraan sebulan dua bulan, jalan kesana-sini, foto-foto seru nan mesra, BIG NO, dear!

Menikah bukanlah ajang euforia sesaat karena berhasil menaklukkan hati sang pujaan yang dipuja juga oleh banyak orang, dan dengan begitu merasa menang atas mereka-mereka yang tak bisa mendapatkannya.

Menikah bukan untuk itu, sayang.

Jangan terlalu sibuk dibuai angan.
Jangan sibuk dibuai rayuan dan imajinasi sesat dari bisikan setan.

Sungguh, mohonlah kepada Allah dengan kesungguhan niat.
Luruskan niat.
Mohon pada Allah agar Allah berikan pendamping terbaik menurut Allah, bukan menurut kita. Karena kita lemah, lemah dalam memahami diri sendiri. Sementara Allah Dzat yang padaNya setiap hati digenggam, lebih tahu mana yang terbaik untuk kita.
Iya, Allah lebih tahu mengenai diri kita daripada diri kita sendiri.