CPNS ala Istri Penulis Buku CPNS #3

Lelah Kuliah, Ingin Menikah Saja!

Dalam sebuah postingan di Instagram, saya tertegun ketika mendapati ada postingan akun beasiswa mahasiswa yang selalu menyemangati anak kampus untuk semangat menuntut ilmu setinggi-tingginya. Di postingan tersebut captionnya begini:

“Kamu boleh lelah tapi tidak untuk menyerah, nikah bukan solusi untuk lari dari tugas kuliahmu, gak akan ada orang yang mau denganmu jika masalah kuliah saja tak bisa kau selesaikan. Apalagi urusan rumah tangga yang panjang ceritanya.”

Saya setuju banget nih, kalau untuk urusan kuliah saja kamu dengan mudah lari dari tanggung jawab, bagaimana untuk urusan membangun sebuah pernikahan yang sampai mati harus diperjuangkan.

Saya dan suami memulai pernikahan dalam masa perkuliahan yang belum selesai. Tapi kami tidak menikah karena alasan “bosan kuliah, lelah kuliah, dst”, kami tidak menikah “untuk meninggalkan tanggung jawab di pendidikan kami”, kami tidak menikah hanya karena alasan-alasan tersebut. Ada sebuah niat dan alasan kuat tak terbendung untuk membangun sebuah pernikahan. Menyatukan perbedaan, dua orang, dua karakter, dua adat kebiasaan yang sangat berbeda. Menyatukan bukan untuk menjadikan sama, tapi mengolah perbedaan menjadi sebuah kekuatan.

Memang 4 tahun dengan rutinitas bangun pagi, jalan ke kampus, melewati lorong kelas kampus, kemudian pindah jam mata kuliah, bertemu dosen satu dengan yang lain, menghadapi praktikum, penelitian hingga menulis tugas-tugas setebal-tebalnya. Melelahkan, membosankan, memang..jika kalian tidak menemukan niat yang kuat untuk menjalani itu, maka kalian tidak akan menikmati proses tersebut.

Saya memutuskan menikah, tapi saya berkomitmen untuk menyelesaikan amanah pendidikan saya. Karena apa? Karena saya masuk kuliah dan memilih jurusan kuliah yang saya inginkan sendiri, saya ingin punya ilmu di jurusan yang saya inginkan. Dan terlebih lagi, kuliah adalah amanah kebahagian orang tua. Maka saya tidak mungkin mengkhianati amanah tersebut hanya untuk kebahagiaan saya sendiri dengan menikah.

Sahabat,
Memang berat rasanya mencintai lawan jenis tapi cinta itu tidak tersalurkan. Karena cinta itu fitrah setiap manusia, maka yang perlu dipahami adalah bagaimana kita mengontrolnya. Jika sudah ada gejala-gejala menyukai lawan jenis, maka putuskan segera untuk cut semua koneksi yang terhubung kepadanya. Dekatkan diri pada Sang Pemilik Hati, minta kekuatan iman dan kemantaban hati. Fokus dengan kegiatan positif yang menyibukkan sehingga menutup celah setan untuk mengingat bahkan memikirkan orang tersebut.

Apa tidak boleh menikah sekaligus kuliah?
Siapa bilang tidak boleh, saya praktisinya bukan? Hehe.
Yang saya soroti disini adalah jangan menikah untuk alasan-alasan sepele yang justru akan membuat kehidupan teman-teman semakin rumit. Kuliah berantakan, pernikahan goyang, dst. Dalam agama kita pun, asal sudah baligh dan terpenuhi syarat-kaidahnya, maka dipersilahkan menikah. Jika memang sudah tidak terbendung, maka alasan kuat apa yang ada dalam diri kalian untuk memilih jalan pernikahan? Kalian bisa melakukan kontemplasi dalam sujud sepertiga malam, koneksikan hati dan jiwa kalian pada Sang Pemilik Hati. Kalian akan merasakan bahwa hati kalian dibimbing oleh Allah. Karena Allah tidak akan membiarkan hambaNya yang bersimpuh untuk terombang-ambing dalam kebimbangan hati.

Komunikasikan dengan orang tua yang mana mereka ada di detik pertama kalian terlahir di dunia ini. Minta pendapat dan saran kepada guru spiritual yang selama ini membimbing kalian. Jika tidak ada, mungkin bisa ke orang-orang berilmu yang kalian kehendaki.

Ingat sahabat,
Bahwa perasaan itu mudah hilang dan pergi, jadi jangan memutuskan keputusan seumur hidup hanya karena perasaan sesaat yang menghinggapi. Pernikahan itu seumur hidup bukan 2-3 bulan dinikmati euforianya. Kalian pasti akan menikmati juga apa yang namanya ketidak-cocokan sampai emosi marah yang tak terbendung.

Kebanyakan anak-anak jaman sekarang semangat menikah, tapi kehantam masalah yang kecil saja, sudah bersungut-sungut ingin lari dari masalah. Terutama yang cowok, kalian adalah calon pemimpin rumah tangga, maka kalian mulai dari sekarang harus siapkan mental baja, siap “rekoso” atau bekerja keras, harus tahan banting dan selalu punya fighting spirit yang positif. Dengan cari apa? Terus menempa diri, banyak baca buku positif, diskusi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman, setiap hari mensimulasikan diri bekerja keras.

Nah, untuk kalian merasa belum mampu untuk menjejakkan kaki ke jalan pernikahan, tidak mengapa. Jadikan itu sebagai waktu-waktu emas untuk kalian sebanyak-banyaknya belajar ilmu agama, ilmu kerumah-tanggaan, tempa diri kalian mengerjakan pekerjaan kuliah dengan disiplin dan cekatan, jaga integritas diri, buang kebiasaan buruk dan lingkungan negatif.

Mulai saat ini, ketika kalian membaca tulisan ini, maka kalian harus kuatkan niat dalam diri dan fokuskan melakukan hal-hal kebaikan. Jadikan setiap kegiatan harian yang kalian lakukan adalah bayangan ketika kalian menjadi Ibu, bapak, suami atau istri. Jangan bayangkan yang enak-enak ya. Bayangkan kalian harus gerak cepat dan cekatan menyiapkan makanan, bersih-bersih sampai ke hal yang menjijikan sekalipun, membetulkan instalasi rumah yang rusak atau perlu diperbaiki. Giat bekerja seolah-olah sedang mencari nafkah untuk menghidupi anak istri. Perbanyak sedekah.

Misalkan, kalau kamu perempuan, pilih kos yang bisa masak disitu. Tiap subuh bangun lebih awal, masak bekal ke kampus bawa tempat makan dan tumblr hidup sehat, kemudian bawa juga 3-4 porsi untuk dibagikan ke kawan kampus sesama jenis ya, jangan ke lawan jenis, nanti dia keGRan (bikin perkara baru ini namanya, haha). Atau ke orang-orang tidak mampu yang kalian temui selama dijalan. Untuk yang cowok, coba kalian sembari kuliah juga usaha bisnis atau bekerja sambilan, nanti hasilnya bisa menghidupi diri sendiri, diberikan ke ibunda, atau ke adik-adiknya, bahkan bisa juga untuk menjadi orang tua angkat dari anak-anak korban perang di Timur Tengah.

Jadi, waktu kalian tidak terbuang untuk meratapi ketidak-pastian diri saja. Tapi benar-benar berjuang untuk menjadikan diri kalian lebih baik dan layak untuk menerima masa depan yang lebih baik lagi ke depannya.

Dan, mohon maaf untuk kisah hidup saya yang saya share bukan semata untuk menonjolkan kehidupan pribadi, tapi setiap orang punya pengalaman hidup dan hikmah kehidupan yang bisa diambil oleh siapa saja. Maka semoga niat baik saya ini juga sampai ke pembaca, tiada niatan selain untuk motivasi kebaikan yang ingin ditebarkan.
Salam ❣
Indi Maretia