Dirundung Kalut dilahiran Ketiga

Tulisan ini saya tulis sebagai bahan renungan saya dalam beberapa bulan silam menjelang proses persalinan ananda kami yang ketiga. Ada banyak kekalutan yang menyelimuti perasaan saya selama hamil. Saya merasa bahwa kehamilan ini adalah jawaban atas do’a saya, namun disisi lain juga saya merasa bahwa kehamilan ini saya khawatirkan akan berdampak pada Twins, Hafizh Hafizhah yang selama ini pusat perhatian kami ada hanya untuk mereka. Takut membagi perhatian dan kasih sayang. Saya rasa hampir setiap Ibu akan merasakan hal yang sama ketika akan melahirkan anak kedua dst. Jangankan saat melahirkan, teman saya sebelum hamil saja sudah takut, kalau hamil lagi, akan merasakan hal tsb. Bagi saya saat ini, ternyata perasaan kalut tsb wajar, bahkan dialami hampir tiap Ibu. Juga kalut karena takut meninggal saat persalinan, ih manusiawi banget gak sih? Secara saya merasa banyak dosa yang menggunung belum tertebus. Takut ini dan itu.

Meski begitu, pemeriksaan demi pemeriksaan saya jalani tiap bulannya untuk mengecek kondisi janin yang ada dalam perut. Karena rasa sayang kami pada calon Dedek. Maka kami selalu merindu menatapnya melalui layar USG, inginnya berlama-lama. Tapi pasien yang antre nggak cuma saya. Hmm…Eh iya, dibandingkan kakak-kakak ipar, saya termasuk orang yang rutin cek kehamilan di DSPOG lagi, hmm jadi hmm kan. Apa itu hmm? Ah syudahlah.  Saya menjalani pemeriksaan dengan senang, karena sambil jalan-jalan, huapakah ini. Hahaha. Iya begitulah, RS tempat saya periksa kondisinya nyaman dan bagus. Sampai menjelang HPL saya memastikan ke bagian layanan info untuk tahu kondisi kamar dan meyakinkan bahwa benar-benar pro ASI dan IMD. Tak hanya bertanya ke bagian layanan info, saya sampai mengajak suami untuk mengecek kondisi ruanganya secara langsung bahkan berdiskusi dengan bagian perawatnya disana.

Alhamdulillah, sudah puas yang ditanyakan dan ada kecocokan dalam hal ruangan, ASI, IMD, dll. Akhirnya saya sampaikan ke suami kalau saya mau lahiran disana dengan dokter perempuan yang selama ini menangani saya sejak usia kehamilan….berapa ya, lupa..kalau tak salah sejak 5 bulan saya cek disana. Begini runutannya (Buahhaha, jadi panjang cerita saya), awal merasa hamil, tespek, eh positif. Lalu ke DSPOG RSUD AA Pekanbaru, eh dokternya belum datang, saya diperiksa dokter praktik. Oke, saya dinyatakan benar hamil setelah di USG atas, mulanya mau di USG bawah tapi saya sampaikan keberatan karena jijik alat masuk dari vagina orang ke vagina kita, saya lihat setelah periksa orang tak ada mereka memberihkan atau apa begitu, main langsung dipakai saja ke pasien lainnya, Kok tahu? Iya, kan ruangannya cuma disekat tirai, saya lirik, eh intip dikit. Tapi saya nggak lihat bagian aurot besar ibu pasien tersebut.

Setelah itu USG kedua di DSPOG deket rumah. Kurang memuaskan. Saya ke DSPOG rekomendasi kakak ipar yang kalau priksa tengah malam, jadi saya harus nitip anak ke mertua, mereka tidur dulu disana sama Niniknya. Lalu jam 11 malam saya antre disana, pulang bisa jam 12 malem lebih, lewat orang jualan duren eh melipir bentar minggir sambil belah duren di malam hari dengan kekasih. USG selanjutnya ke DSPOG perempuan di RS Awal Bros Panam, lihat testimoninya orang di IG, eh malesnya si dia jutek. Yaudah, pindahlah saya balik ke RS Andini dengan DSPOG yang antrenya tengah malam tadi. Lalu saya mikir, kayaknya nyaman dengan dokter perempuan deh. Lalu dapat cerita kakak ipar dulu lahiran di RS Awal Bros Sudirman dengan dokter perempuan, tapi si dokter yang dimaksud sudah tak praktik disana sejak kasus Abangnya (Andi Malarangeng). Jadilah ke dr.Lili SpOg di RS tersebut sampai melahirkan dangan beliau.

Sudah lewat HPL, Usia kehamilan sudah 40 minggu. USG menunjukkan amnion sudah berkurang. Disuruh cek jantung bayi. Cek bawah belum ada tanda-tanda pembukaan. Jadilah saya sampaikan ke dokter, saya mau melahirkan normal. Bisa tunggu lagi dok? Bisa, tapi harus cek jantung bayi 2 minggu lagi. Kalau dalam 2 minggu lagi tidak ada tanda-tanda melahirkan normal, SC ya. Karena ketuban menipis, bayi udah tua didalam. Akhirnya 2 minggu lagi saya kesana. Dengan sebelumnya saya begadang, tak bisa tidur sampai hampir subuh. Mikir berat, 7 ton! Hmm, lebay. Iya, memang waktu itu kekalutan saya adalah, saya ingin kelak bisa melahirkan banyak anak, tapi kalau SC lagi peluang saya lahiran normal selanjutnya sangat kecil. Pun SC maksimal 3 kali. Kalau maksa normal, bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tak boleh juga induksi, karena persalinan pertama saya sudah SC. Gagal VBAC. Orangtua jauh, anak-anak siapa yang jaga. Anak-anak nanti bagaimana, apa saya bisa sayang sama anak ketiga ini, sementara Twins nanti tersisihkan. Lalu himpitan selanjutnya adalah masalah biaya, saya tak mau dirawat di ruangan sharing. Karena saya sakit, butuh tempat nyaman, belum lagi kondisi aurot yang harus dijaga. Juga waktu itu mikirnya akan membawa Twins di RS selama dirawat disana. Kalau SC dirawat di kamar VIP biayanya belasan juta. Tabungan gueee…..hening….

Eh suami bangun dengar tangisan saya yang sesenggukan. Lalu ditanya, kenapa dst. Mencoba menenangkan. Lalu besoknya ke RS, USG dan cek jantung bayi lagi, masih bagus. Cuma dokter tanya, kira-kira kenapa, apa yang ditakutkan. Saya keluarkan uneg-uneg saya bahwa saya ingin normal, kalau SC lagi kuatir tidak bisa punya anak banyak. Dokter Lili memberikan jawaban-jawaban yang menenangkan. Beliau bilang, saya pernah menangani SC sampai 5 kali. SC sekarang sudah biasa sampai 4 kali, dan 5 kali saya sudah pernah satu kali menjalankannya. Jadi tenang saja. InsyaAllah masih bisa punya banyak anak. Ini sudah lewat HPL, air ketuban sudah menipis, satu-satunya jalan harus sering kesini cek jantung bayi. Induksi tak dibolehkan karena sudah ada riwayat SC kelahiran pertama. Harus benar-benar alamiah. Dan biasanya kalau alami pasca SC itu usia kandungan dibawah 40, diatas 40 biasanya jarang yang alami, lebih ke bantuan induksi. Yuk, bagaimana, kata beliau memberikan waktu saya berpikir. Lalu ditanyanya lagi ke saya, apa lagi yang membuat trauma persalinan pertama. Saya bilang, saat dibius, luar biasa sakit sekali. Oh, oke, nanti bisa pesan ke dokter anastesinya untuk supaya tidak sakit saat biusnya. Oh gitu dok, oke, InsyaAllah siap SC hari ini saja.

Iya, hari itu saya mantab melahirkan SC. Hafizh yang ikut bersama kami di RS menyaksikan Bundanya dibawa dengan kursi roda, di cek ini itu, diambil darahnya dan  disuntik, dipasnag infus. Dia menyaksikan semua rangkaiannya dengan penuh wajah kasian pada saya. Ooonakk.. Setelah itu saya masuk ruang oprasi, berpisah dengan Hafizh dan Ayahnya. Karena suami tidak boleh ikut menemani diruang tindakan. Sementara dulu saat lahiran Twins, ayahnya ada diatas kepala saya sambil ngaji.

Hafizh dibawa pulang oleh kakak ipar, suami nunggu di luar. Hafizhah nggak ikut karena dia sekolah. Hafizh ikut karena sekalian periksa Hafizh karena sakit beberapa hari batuk, pilek, demam. Alhamdulillah, tepat pukul 14. 29 wib, lahirlah seorang anak perempuan yang menawan dengan berat 3 kg dan panjang 47 cm dalam kondisi sehat, alhamdulillah. Semua serasa begitu cepat. Jumlah anak bertambah menjadi 3, artinya amanah semakin bertambah. Investasi dunia-akhirat kian bertambah. Senang, haru dan sangat jatuh cinta pada si baby yang mungil. Hafizh-Hafizhah sangat senang punya Adik baby. (Next saya akan cerita mengenai pasca persalinan) Btw, ordernya bius nggak sakit, tapi teteeeuupp aja sakit? Hih. Terasa loh, jarumnya masuk terus dikeluarin lagi kayak nggak pas begitu, lalu diulang lagi. Sakit banget. Yaudahlah, ini bagian dari perjuangan yang semoga dinilai pahala oleh Allah swt.

Melahirkan adalah proses yang harus dilalui oleh kebanyak istri dan ibu didunia ini, untuk melihat suguhan Maha dahsyat dariNya. Melahirkan adalah kepasrahan diri, ikhtiar tawakal tanpa batas, yang mana harus siap mati kapan pun. Karena dengan melahirkan, sejatinya seorang wanita merasa terlahir kembali menjadi diri yang terbaharui. Mengokohkan jati diri sebagai muslimah pengukir peradaban.