Jadilah “Orang Besar”

Suatu ketika, saat saya berbincang malam dengan suami, membicarakan berbagai hal yang pada akhirnya mengerucut pada satu hal. Apa itu? Tentang bisnis. Awalnya saya cerita bahwa merasa sensitif terhadap pola hubungan yang sedikit renggang dengan seorang kawan, karena ya mungkin saya menjual produk yang sama dengan dia. Meski kenyataannya kolam kita beda. Saya tidak menjual di kolam yang sama dengan dia. Dan ar rizqu minnallah. Tapi suami saya menasihati, bahwasannya, mungkin itu semua memang halal. Secara syariat diperbolehkan, bahkan di suatu lokasi di Jakarta pernah seorang tokoh bercerita, bahwa disana ada sebuah komplek penjual yang rata-rata menjual jenis produk yang sama. Misal jualan elektronik, maka sederet banyak disitu sama semua jualan elektronik. Namun, jika di toko A tidak ada, maka dia akan menyarankan ke toko B. Tidak menghalangi atau menyembunyikan informasi. Itulah kekuatan ekonomi di gang yang rata-rata penjualnya orang etnis china. Apalagi kita sesama muslim, tentu harus lebih dari itu karena ikatan kita ikatan akidah.

Namun, kata suami saya, meski diperbolehkan, langkah kedua setelah mengecek kesyar’ian baik produk dan aktifitasnya, maka kita perlu mengevaluasi adab-adabnya. Apakah saudara kita ridho dengan hal tersebut? Apakah hal tersebut merenggangkan ukhuwah? Apakah nanti jadi segan-seganan?

Baiklah, akhirnya close bisnis jualan produk tersebut karena saya pun tidak bisa membohongi nurani bahwa saya segan sama dia. Biar sama-sama legowo dan tidak ada yang namanya enak-nggak enakkan.

Terus pada saat itu saya kembali bertanya ke suami, kalau nanti ada yang plagiat jualan bunda dan itu orang terdekat bagaimana dong?

Suami menjelaskan, ya itu adalah ranah urusan mereka. Kita tidak dibebankan dengan apa yang tidak akan kita tanggung. Kita hanya akan dibebankan dengan respon kita terhadap sesuatu yang menimpa kita. Apa kita ikhlas? Apa kita akan iri, dengki, busuk hati? Apa kita akan sindir menyindir? Atau kita akan melemah semangatnya karena itu? Dan apakah kita akan merenggangkan ukhuwah dengannya? Itu semua adalah pilihan kita. Dan kita akan dimintai pertanggung jawaban pada ranah yang kita kuasai itu. Biarkan, ikhlaskan, soal adab akhlak yang kita merasa ada rasa-rasa, maka lapangkan. Kita pun tidak tahu kesulitan hidup apa yang membuat dia menggasak segala lini sektor perbisnisan. Kita juga tidak tahu kondisi apa yang sedang dia alami. Maka, jangan ada penyakit hati pada kita sedikit pun.

Tapi, saya kan bukan tiang listrik yang tidak bisa merasakan apa-apa? Ya jelas, namanya hidup akan ada aja ujiannya. Ujianlah yang akan mendewasakan kita, mendewasakan sikap kita.

Inti dari pesan suami, jangan usik bisnis orang. Tapi kalo ada orang lain melirik bisnis kita, dan akhirnya pengen juga, ya biarkan saja. Jangan sampai ada penyakit hati yang masuk, karena kita semua adalah saudara muslim. Dan tahu tidak? Itulah mengapa orang besar itu dia yang diikutin kebanyakan orang. Jadi misal ada orang yang mengikuti apa yang kita buat, justru kita harus senang. Semoga inspirasi dari kita pun membawa kebaikan dan kebermanfaatan bagi sesama. Justru harusnya senang dan bahagia, bahwa kita ini inspirator. Apa yang kita lakukan sangat inspiratif. Itulah jiwa orang besar. Tidak berpikiran kerdil. Tidak berpikiran sempit.

Jika ada kawan yang ikut mengomporin, “eh si onoh bikin jualan samaan sama ente lho..”. Nah, yang kayak gini nih, kawan rasa “jubir setan”, yang tidak perlu dikatakannya malah dikatakannya dan apa tujuannya? Maka yang namanya setan dari api, siramlah dengan air. Air yang menyejukkan. Sampaikan bahwa, untuk apa busuk hati, rizqi kita bukan dari manusia, jadi tak usah khawatir mau bisnis beda atau sama karena rizqi datang dari Allah dengan pintu yang berbeda-beda. Yakinlah bahwa ukhuwah itu yang lebih dari segala-galanya. Jadi jangan sampai ada kompor mengompori sesama kawan. Meski cuma sekedar tanya iseng. Kita tidak tahu, satu kalimat yang keluar dari mulut kita apakah bersifat bensin yang siap membakar amarah pendengar ataukah tidak. Bisa saja saat itu orang yang kita ajak ngobrol senyum seperti santai, tapi hatinya panas.

So, apa aja intinya?

  1. Jaga adab terhadap saudara muslim, dalam muamalah, dll.
  2. Ukhuwah lebih diutamakan.
  3. Berjiwa besar, dengan lapang dada melihat kompetitor adalah orang dekat.
  4. Jangan ada sedikit pun penyakit hati.
  5. Positive thingking, kita tidak tahu kesulitan apa yang dialami oleh mereka, maka ikhlaslah.
  6. Jangan menjadi juru bicara setan.
  7. Rizqi dari Allah, bentuk rizqi terkecil adalah uang.
  8. Jadilah orang yang menginspirasi dan menebar manfaat.

Tinggalkan komentar