Diskusi Sengit

Beberapa waktu belakangan ini saya terlibat diskusi dengan beberapa teman di sebuah WA Grup. Awalnya diskusi soal Corona, yang kemudian pembahasannya semakin meluas. Mungkin beberapa tulisan saya kedepan, termasuk tulisan ini adalah buah dari proses diskusi, yang kemudian saya resapi dan saya ambil hikmahnya.

Tulisan ini bukan saya tujukan kepada teman diskusi saya, tapi saya menulis ini karena apa yang saya alami dalam proses diskusi membawa saya menghasilkan perenungan yang menurut saya harus ditulis untuk self reminder. Namun jika teman diskusi saya membaca ini, saya tidak melarang. Silahkan saja dan resapi dalam qolbu masing-masing sebagai bahan hikmah kehidupan.

Pada forum diskusi terakhir, saya memutuskan untuk mengakhiri statement saya dan tidak akan menanggapi lagi statement lawan diskusi meski saya masih sangat mau dan mampu. Tapi mempertimbangkan kondisi lain, juga kondisi emosi saya yang mulai sensitif. Maka saya sampaikan di forum tersebut bahwa statement saya sudah cukup sampai disini dan tidak akan menanggapi lagi, karena juga merasa tidak ada ujungnya, ditakutkan semakin mengoyak ukhuwah, semakin setan bermain di dalamnya untuk bernafsu memenangkan ego pribadi.

Beberapa ciri-ciri yang perlu teman-teman waspadai saat diskusi mulai panas dan alarm diri harus berbunyi:
1. Saat menyampaikan pendapat dengan tendensius.
2. Menyampaikan pendapat dengan emosi, kata tidak tertata, tidak bijak.
3. Statement kita sudah mulai tidak sinkron antara pendapat awal-tengah-akhir.
4. Sudah mulai ada indikasi menyerang personnya.
5. Berpendapat dengan tidak akurat, menyampaikan dengan prasangka, tidak dilandasi dasar yang kuat.
6. Cengengesan.
7. Sudah mulai ada indikasi dalam hati untuk sombong, merendahkan dan meremehkan orang lain.
8. Sudah mulai ada indikasi ingin memenangkan pendapat sendiri yang dicampur memenangkan nafsu ego semata.

Inilah beberapa poin yang harus kita kenali pada diri kita saat diskusi, jadikan sebagai alarm diri. Jika memang sudah tidak terkontrol, kita bisa menarik dan mencukupkan diri pada sesi diskusi tersebut, dan itu cara terbaik. Kita tidak akan hina dan rendah saat menarik diri dari diskusi yang sudah tidak sehat. Cintai diri kita dengan tidak menjatuhkan harga diri kita dari hal-hal yang tercela. Saya bukan menyatakan mereka yang masih terus berpendapat sebagai yang tercela, bukan. Tapi saya lebih tahu diri saya dan ambang batas saya. Saya akan terlihat buruk jika saya melanjutkan itu dan tidak bisa melakukan self control.

Kalau dulu, saya seneng banget menanggapi diskusi sampai menggebu-gebu, tidak jarang emosi. Tapi ketika bertambah perjalanan hidup ternyata saya menyadari bahwa hal tersebut tidak baik, maka saya mulai berusaha memperbaiki dan mengurangi keburukan tersebut dengan harapan semakin berkurang dan lama-lama hilang dari diri saya.

Kita yang punya badan kita, kita yang punya hati kita. Kita yang tahu ambang batas kita.

Maka, bijaklah dalam mengambil keputusan untuk diri kita. Jangan terpengaruh bisikan setan. Karena setan tidak akan pernah puas dan setan yang senang jika Ukhuwah Islam rusak.

Tinggalkan komentar